II.
SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA (BAGIAN 2)
A.
PERIODE KEMERDEKAAN
(1)
Masa Demokrasi Liberal (1945 – 1959)
a.
Masalah yang dihadapi tahun 1945 – 1950
1)
Rusaknya prasarana-prasarana ekonomi akibat perang
2)
Blokade laut oleh Belanda sejak Nopember 1946 sehingga
kegiatan ekonomi ekspor-impor terhenti.
3)
Agresi Belanda I tahun 1947 dan Agresi belanda II tahun
1948.
4)
Dimasyarakat masih beredar mata uang rupiah Jepang
sebanyak 4 miliar rupiah (nilainya rendah sekali). Pemerintah RI mengeluarkan
mata uang “ORI” pada bulan Oktober 1946 dan rupiah Jepang diganti/ ditarik
dengan nilai tukar Rp 100 (Jepang) = Rp 1 (ORI).
5)
Pengeluaran yang besar untuk keperluan tentara,
menghadapi Agresi Belanda dan perang gerilya. (Suroso, 1994).
Masalah yang dihadapi Tahun 1951 – 1959
1)
Silih bergantinya kabinet karena pergolakan politik
dalam negeri.
2)
Defisit APBN yang terus meningkat yang ditutup dengan
mencetak uang baru.
3)
Tingkat produksi yang merosot sampai 60% (1952), 80%
(1953) dibandingkan produksi tahun 1938.
4)
Jumlah uang beredar meningkat dari Rp 18,9 miliar
(1957) menjadi Rp 29,9 miliar (1958) sehingga inflasi mencapai 50%.
5)
Ketegangan dengan Belanda akibat masalah Irian Barat
menyebabkan pengambilalihan
perusahaan[erusahaan asing (Barat). Sementara itu di daerah-daerah
terjadi pergolakan yang mengarah disintergrasi, seperti Dewan Banteng,
Permesta, PRRI (Suroso, 1994).
Selama periode
1949-1956, struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisasi.
Sektor formal/ modern, seperti pertambangan, distribusi, transpor, bankdan
pertanian komersil, yang memiliki kontribusi lebih besar dari pada sektor
informal/ tradisional terhadap output nasional, didominasi oleh
perusahaan-perusahaan asing yang kebanyakan berorientasi ekspor komoditi primer
(Tulus Tambunan, 1996).
b.
Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi
Memang sebelum
pemerintahan Soeharto, Indonesia telah memiliki empat dokumenn perencanaan
pembangunan, yakni :
1)
Rencana dari Panitia Siasat Pembangunan Ekonomi yang
diketuai Muhammad Hatta (1947).
2)
Rencana Urgensi Perekonomian (1951) – yang diusulkan
oleh Soemitro Djojokusumo.
3)
Rencana Juanda (1955) – Rencana Pembangunan Lima Tahun
I meliputi kurun waktu 1956-1960.
4)
Rencana Delapan tahun “Pembangunan Nasuional Semesta
Berencana” pada masa demokrasi terpimpin ala Soekarno (Didin S. Damanhuri,…..)
Mengingat situasi keamanan (Agresi Belanda 1947, 1948, pemberontakan PKI
di Madiun 1948) dan silih bergantinya kabinet maka tidak dimungkinkan adanya
program kebijaksanaan yang bisa dijalankan secara konsisten dan dan
berkesinambungan. Antara tahun 1949-1959 terjadi 7 kali pergantian kabinet (yang
rata-rata berumur 14 bulan) sehingga cukup sulit menilai program ekonomi apa
yang telah berhasil diterapkan masing-masing. (Mubyarto, 1988).
Pada awal tahun 50-an kebijaksanaan moneter di negara ini cenderung
bersifat konservatif (jumlah uang yang beredar tumbuh dengan mantap, tetapi
terkendalikan dengan laju 22 % per tahun antara 1951 – 1956). Kemudian selama
tahun-tahun terakhir dasawarsa 50-an jumlah uang yang beredar tumbuh dengan
lebih cepat antara 1956 – 1960). Kebijaksanaan moneter selanjutnya semakin
terkesan sebagai hasil sampingan dari dunia politik dan dari kebutuhan untuk
membiayai defisit APBN yang semakin membesar (Stephen Grenville dalam Anne
Booth dan Peter Mc Cawley, ed., 1990).
(2)
MASA EKONOMI TERPIMPIN ( 1959 – 1966 )
a.
Masalah yang dihadapi
1)
Selama Orde Lama telah terjadi berbagai penyimpangan,
dimana ekonomi terpimpin yang mula-mula disambut baik oleh bung Hatta, ternyata
berubah menjadi ekonomi komando yang statistik (serba negara). Selama periode
1959 – 1966 ini perekonomian cepat memburuk dan inflasi merajalela karena
politik dijadikan panglima dan pembangunannnn ekonoi disubordinasikan pada
pembangunan politik. (Mubyarto, 1990).
2)
Ada hubungan yang erat antara jumlah uang yang beredar
dan tingkat harga (Stephen Genville dalam Anne Booth dan McCawley, ed., 1990).
Tahun
|
DJUB
(%)
|
DHarga
(%)
|
1960
1961
1962
1963
1964
1965
1966
|
39
42
99
95
156
280
763
|
19
72
158
128
135
595
635
|
Sumber : Bank
Indonesia, Laporan Tahunan jakarta, Berbagai Edisi.
Selama tahun
60-an sumber penciptaan uang oleh sektor pemerintah merupakan penyebab
terpenting dari naiknya jumlah uang yang beredar.
3)
Tahun 1960-an cadangan devisa yang sangat rendah
mengakibatkan timbulnya kekurangan bahan mentah dan suku cadang yang masih
harus diimpor dan diperkirakan dalam tahun 1966 sektor industri hanya bekerja
30% dari kapasitas yang ada (Peter McCawley dalam Anne booth dan Peter
McCawley, ed., 1990).
b.
Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi
-
Rencana : pembangunan nasional semesta berencana (PNSB)
1961-1969. Rencana pembangunan ini disusun berlandasarkann “Manfesto Politik
1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi terpimpin.
-
Faktor yang menghambat/ kelemahannya antara lain :
1)
Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang
lazim.
2)
Defisit anggaran yang terus meningkat yang
mengakibatkan hyper inflasi.
3)
Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar
(Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikpanya yang konfrontatif.
Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat rongrongan dari golongan
kekuatan politik “kontra-revolusi” (Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966,
Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
-
Beberapa kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
1)
Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6
Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik
keuangan, termasuk analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia.
2)
Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno
memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963
pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan
kepegawaian.
3)
Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun
nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola
moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam
mengelola moneter. (Suroso, 1994).
(3)
MASA EKONOMI PANCASILA/ ORDER BARU (1966 – 1998)
I)
MASA STABILISASI DAN REHABILITASI (1966 – 1968)
a.
Masalah yang dihadapi
-
Menanggapi masalah ekonomi yang kin dengan tajam
disoroti oleh MPRS, maka Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dalam percakapan dengan
wartawan Kompas menyatakan, bahwa sumber pokok kemerosotan ekonomi ialah
penyelewenangan pelaksanaan UUD 1945. sebagai misal pasal 33 yang selama
beberapa tahun ini dengan sengaja atau tidak telah didesak oleh landasan-landasan
ideal yang lain. Demikian pula realisasi Pancasila dalam bidang ekonomi sering
dilupakan. Misalnya sila Kedaulatan Rakyat tercermin dalam pasal 23 yang
mengatur anggaran belanja negara (Kompas, 29 Juni 1966, Penyunting Redaksi
Ekonomi Harian Kompas, 1982).
-
Periode ini dikenal sebagai periode stabilisasi dan
rehabilitasi sesuai dengan masalah pokok yang dihadapi, yaitu :
1)
Meingkatnya inflasi yang mencapai 650% pada tahun 1965
2)
Turunnya produksi nasional di semua sektor
3)
Adanya dualisme pengawas dan pembinaan perbankan.
Dualisme ini muncul dari struktur organisasi perbankan yang meletakkan Deputy
Menteri bank Sentral dan Deputy Menteri Urusan Penertiban bank dan Modal Swasta
berada di bawah Menteri Keuangan. (Suroso, 1994).
b.
Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi
-
Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang :
Pembaharuan
kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan, tertanggal 5 Juli
1966, antara lain menetapkan :
(1)
Program stabilisasi dan rehabilitasi : 1966 – 1968
(jangka pendek)
·
Skala Prioritasnya
1)
Pengendalian inflasi
2)
Pencukupan kebutuhan pangan
3)
Rehabilitasi prasarana ekonomi
4)
Peningkatan kegiatan ekspor
5)
Pencukupan kebutuhan sandang
·
Komponen Rencananya
1)
Rencana fisik dengan sasaran utama :
(a)
Pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi (pangan,
ekspor dan sandang)
(b)
Pemulihan dan peningkatan prasrana ekonomi yang
menunjang bidang-bidang tersebut.
2)
Rencana Moneter
dengan sasaran utama :
(1)
Terjaminnya pembiayaan rupiah dan devisa bagi
pelaksanaan rencana fisik.
(2)
Pengendalian inflasi pada tingkat harga yang relatif
stabil sesuai dengan daya beli rakyat.
·
Tindakan dan Kebijaksanaan Pemerintah
1)
Tindakan pemerintah “banting stir” dari ekonomi komando
ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka; dari
anggaran defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto, 1988).
2)
Serangkaian kebijaksanaan Oktober 1966, Pebruari 1967
dan Juli 1967 antara lain :
(1)
Kebijaksanaan kredit yang lebih selektif (penentuan
jumlah, arah, suku bunga)
(2)
Menseimbangkan/ menurunkann defisit APBN dari 173,7%
(1965), 127,3% (1966), 3,1% (1967) dan 0% (1968). (Suroso, 1994).
3)
Mengesahkan / memberlakukan undang-undang :
(1)
UU Pokok Perbankan No. 14/ 1967
(2)
UU Perkoperasian no. 12/ 1967
(3)
UU Bank Sentral No. 13/ 1968
(4)
UU PMA tahun 1967 dan UU PMDN tahun 1968
(5)
Membuka Bursa Valas di Jakarta 1967.
(2)
Program Pembangunan dimulai tahun 1969/ 1970
(jangka
panjang)
-
Skala Prioritasnya
1)
Bidang pertanian
2)
Bidang prasarana
3)
Bidang industri/ pertambangan dan minyak
-
Jangka waktu dan strategi pembangunan
1)
Pembangunann jangka menengah terdiri dari pembangunan
Lima Tahun (PELITA) dan dimulai dengan PELITA I sejak tahun 1969/ 1970
2)
Pembangunan Jangka Panjang dimulai dengan pembangunan
Jangka Panjang Tahap I (PJPT – I) selama 25 tahun, terdiri dari :
§
PELITA I 69 / 70 = 73 / 74
Titik berat
pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.
§
PELITA II 74/75 – 78/79
Titik berat
pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri pengolah bahan mentah
menjadi bahan baku.
§
PELITA III 79/80 – 83/84
Titik berat
sektor pertanian (swasembada beras) dengan meningkatkan industri pengolah bahan
baku menjadi barang jadi.
§
PELITA IV 84/85 – 88/89
Titik berat
pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan meningkatkan industri
penghasil mesin-mesin.
§
PELITA V 89/90 – 93/94
Sektor
pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan sektor
industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil pertanian, penghasil
mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga kerja.
PELITA V
meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. (Suroso,
1994).
II) MASA
PEMBANGUNAN EKONOMI (1969 – sekarang)
A.
MASA OIL BOOM (1973 – 1982)
-
Dua kali Oil Boom dalam PJPT I :
1)
Oil Boom I (1973/1974)
Oil Boom I
terjadi ketika harga minyak di pasar dunia melonjak dari US$1.67/ barrel (1970
menjadi US$ 11.70/barrel (1973/74), karena adanya krisis minyak sebagai akibat
tindakan boikot negara-negara OPEC (timur Tengah) yang sedang konflik dengan
Israel.
2)
Oil Boom II (1979/1980)
Harga minyak
yang telah menapai US$ 15.65/ barrel (1979) melonjak lagi menjadi US$ 29.50/ barrel
(1980), terus melonjak US$ 35.00 (1981 – 1982)
a.
Masalah yang dihadapi
Oil Boom
disamping memberi dampak positif juga membawa dampak negatif (masalah)
a)
Dampak Positif (menguntungkan)
Selama
Pelita I, II, III (1973/74 – 1979/80)
nilai keseluruhan ekspor Indonesia meningkat :
1)
Awal Pelita I US$ 1 miliar meningkat menjadi US$ 3,6
miliar (akhir Pelita I)
2)
Awal Pelita II US$ 7,1 miliar meningkat menjadi US$
11,3 miliar (akhir Pelita II).
3)
Puncaknya mencapai US$ 23,6 miliar pada tahun
1981/1982.
Laju
pertumbuhan ekonomi cednderung meningkat :
1)
Tiap Pelita rata-rata : 7% (Pelita I), 7,2% (Pelita II)
dan 6,5% (Pelita III).
2)
Terus meningkat mencapai 9,9% (1980), kemudian menurun
7,9% (1981) dan merosot menjadi 2,3% pada waktu resesi ekonomi tahun 1982.
(Mubyarto, 1988).
b)
Dampak Negatif (Merugikan)
1)
Bangsa Indonesia menjadi manja, hidupnya boros dan
mewah seperti, terlihat :
-
Nilai ekspor naik 6,8 per tahun tapi diikuti naiknya
nilai impor yang lebih tinggi, yaitu 16,6% per tahun. (Mubyarto, 1988).
-
Kebutuhan modal asing (pinjaman lunak) tidak menurun:
rata-rata US$ 562 juta per tahun (1970-1973), malahan meningkat rata-rata US$
1,646.9 juta per tahun (1974-1984), (Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI
15-8-1974 dalam Zulkarnain Djamin, 1993).
2)
Bangsa Indonesia menderita penyakit belanda (the Dutch
disease), gejalanya terlihat antara lain :
-
Laju inflasi dalam negeri lebih tinggi dari inflasi
dunia (negara partner dagang) sebagai akibat besarnya monetisasi penerimaan
negara dalam valas.
-
Defisit APBN (dalam rupiah) ditutup dengan surplus
penerimaan (dalam valas). Akibatnya jumlah uang beredar meningkat, inflasi
meningkat.
-
Laju pertumbuhan yang uang beredar jauh lebih besar,
rata-rata 34,9% sedang lalu pertumbuhan ekonomi rata-rata 8% per tahun selama
1972 – 1981 (Anwar Nasutioan dalam Anwar Nasution, ed., 1985).
b.
Rencana dan Kebijaksanaan Pemerintah
-
Masa Oil Boom (1973/74 – 1981/82) berlangsung sepanjang
waktu pelaksanaan PELITA I – PELITA III (akhir tahun PELITA I sampai
pertengahan tahun PELITA III)
-
Kebijaksanaan tiga PELITA antara lain (Suroso, 1994)
·
PELITA I ; sebagian besar anggaran pemerintah
dialokasikan di bidang ekonomi, yaitu 78,28%, untuk sektor pertanian dan
irigrasi, sektor perhubungan dan pariwisata, industri dan pertambangan serta
sektor pedesaan.
·
PELITA II : kebijaksanaan ekonomi periode ini
berkisar pada :
§
Kebijaksanaan stabilisasi 9 April 1974
(menyangkut aspek moneter, fisikal dan perdaganagn).
§
Keibjaksanaan devaluasi rupiah terhadap dollar
AS (kurang lebih 45%) pada bulan Nopember 1978.
·
PELITA III : Unsur pemertaan lebih ditekankann
melalui delapan jalur pemeraataan-pemertaan:
§
1.
Kebutuhan pokok rakyat (pangan, sandang)
2.
Kesempatan memperoleh pendidikan, kesehatan
3.
Pembagian pendapatan
4.
Perluasan kesempatan kerja
5.
Usaha, terutama golongan ekonomi lemah
6.
Kesempatan berpartisipasi (pemuda, wanita
7.
Pembangunan antar daerah
8.
Kesempatan memperoleh keadilan
§
Kebijaksanaann Januari 1982 : keringan kredit
ekspor, penurunan biaya gudang, pelabuhan dan bebas memiliki devisa.
§
Eksportir dibebaskan dari kewajiban menjual
devisa yang diperolehnya dari hasil ekspor barang/ jasa kepada bank Indonesia.
§
Di bidang impor juga diberikan keringnan bea
masuk dan PPN Impor untuk barang-barang tertentu.
§
Kebijakan imbal beli Januari 1983 : mengatur
ekspor-impor dengan cara imbal beli untuk mengurangi pemakaian devisa.
§
Di bidang perkreditan pelaksanaan KIK/ KMK
semakin disempurnakan dengan Keppres No. 18/1981
·
Pertumbuhan ekonomi pada periode ini dihambat
oleh reseeese dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecenderungan
harga minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita
III. (Suroso, 1994).
It is our lecture notes on campus and distributed to everyone and please keep attention confirmation of the accuracy of data.
BalasHapusThank you.