Source dari :Dwi Martani
(Staf pengajar Akuntansi FEUI, anggota tim implementasi IFRS)
Entitas memiliki kewajiban pajak sesuai ketentuan perpajakan
yang berlaku di mana entitas beroperasi. Atas laba yang diperoleh entitas memiliki kewajiban untuk membayar
dan melaporkan pajaknya. PSAK 46
(revisi 2010)): Pajak Penghasilan
mengatur bagaimana entitas menyajikan dan mengungkapkan kewajiban pajak
penghasilan entitas. Peraturan pajak dan standar akuntansi memiliki
perbedaan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan beban yang dapat memunculkan
aset atau liabilitas pajak tangguhan yang harus diungkapkan dan disajikan dalam
laporan keuangan.
Kata
kunci: akuntansi pajak penghasilan, pajak tangguhan, pajak kini, kewajiban
pajak tangguhan, aset pajak tangguhan.
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Kewajiban
tersebut mengikat untuk semua entitas bisnis (badan atau bentuk usaha tetap)
dan individu. Undang-Undang Pajak menyebutkan atas penghasilan yang diterima
individu atau entitas (badan) akan dikenakan pajak sesuai dengan tarif yang
berlaku. Penghasilan menurut regulasi
pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib
pajak baik yang berasal dari Indonesia atau dari luar Indonesia yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Untuk entitas, penghasilan yang
diterima atau diperoleh
dikenakan pajak setelah dikurangkan beban
yang diperbolehkan. Pajak akan dihitung atas laba
entitas bukan nilai total penghasilan. Namun untuk pendapatan pada industri tertentu (konstruksi), usaha kecil yang
menghitung pajak dengan norma, pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan
laba.
Kewajiban pajak tidak hanya
terkait dengan penghasilan yang diperoleh entitas tersebut. Entitas juga
memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan yang diterima oleh
pihak lain (withholding tax). Pada saat membayar gaji kepada karyawan,
membayar sewa kepada rekanan, membayar jasa konsultasi pada kantor akuntan
publik, entitas harus memotong pajak atas penghasilan tersebut. Atas pajak yang
telah dipotong, harus disetorkan ke kas Negara dan dilaporkan setiap awal bulan
berikutnya. Pajak pihak ketiga tidak mempengaruhi kinerja entitas dalam laporan
laba rugi komprehensif, karena pajak
tersebut bukan beban bagi perusahaan. Pajak tersebut dipotong dari penghasilan yang diterima pihak lain,
sementara oleh perusahaan dicatat sebagai beban. Pajak akan menyebabkan jumlah
yang dibayarkan untuk beban tersebut dialokasikan untuk dua pihak yaitu
penerima penghasilan dan kas negara sebagai penerima pajak.
Pada saat entitas melakukan
penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak wajib memotong PPN (pajak
pertambahan nilai). Untuk
produksi dan import barang mewah akan dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan Barang
Mewah). Pajak pihak ketiga ini harus diadministrasikan dan juga dicatat dalam
pembukuan. Jika pada akhir periode terdapat
pajak yang belum dibayar, entitas akan menyajikan utang pajak dalam
laporan posisi keuangan. PPN tidak
mempengaruhi kinerja entitas karena PPN tidak mempengaruhi jumlah penjualan dan
pembelian tetapi menambah piutang atau utangnya.
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak atas penghasilan yang
diperoleh. Atas penghasilan yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk
jasa, sewa akan dipotong pajak. Entitas
akan mencatat pajak dibayar dimuka
atas pemotongan pajak yang telah dilakukan pihak lain pada saat entitas
menerima penghasilan. Setiap
bulan entitas wajib membayar angsuran pajak (PPh 25) yang jumlahnya dihitung
berdasarkan pajak tahun sebelumnya dibagi dua belas atau dengan cara
perhitungan tersendiri jika penghasilan tahun sebelumnya diperkirakan berbeda.
Pada akhir tahun, entitas akan menghitung jumlah pajak terutang dalam satu
tahun fiskal. Pajak dalam satu tahun fiskal ditambahkan dengan pajak final dan
pajak anak perusahaan akan disajikan sebagai beban pajak kini dalam laporan
laba rugi komprehensif. Pajak terutang satu tahun fiskal dikurangi dengan pajak
yang telah dipotong dan diangsur akan menghasilkan pajak kurang/lebih bayar
(PPh 29/28). Pajak kurang bayar akan disajikan dalam laporan posisi keuangan
sebagai utang pajak penghasilan (kurang bayar) atau piutang restitusi pajak
(lebih bayar). Dalam standar disebut sebagai utang pajak kini
PSAK 46: Pajak Penghasilan
mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pajak penghasilan
entitas. Sebagai salah satu beban entitas, pajak penghasilan dikenakan dan
dihitung berdasarkan penghasilan yang
telah diakui entitas. Konsep matching
principles, tetap dipertahankan dalam pengakuan ini, sehigga jika
penghasilan tersebut diterima pada suatu periode maka konsekuensi pajaknya
harus diperhitungkan pada periode tersebut. Walaupun menurut peraturan, pajaknya
akan dibayarkan pada periode yang lain.
PSAK 46 (revisi 2010): Pajak
Penghasilan merupakan revisi atas PSAK 46 : Akuntansi Pajak Penghasilan tahun
1998. Revisi dilakukan dengan menyesuaikan PSAK dengan IAS 21: Income
taxes. Beberapa ketentuan dalam IAS 21 yang tidak diadopsi dalam PSAK 46
revisi 1998, ditambahkan. Namun ada beberapa ketentuan pajak dalam regulasi
Indonesia seperti pajak finak dan surat ketetapan pajak masih dipertahankan,
sehinga masih terdapat perbedaan antara IAS 12 dan PSAK revisi (2010). Ketentuan dalam PSAK 46 secara
umum mengikuti praktik umum yang berlaku secara internasional. Beban pajak
dalam laporan keuangan tidak dihitung berdasarkan jumlah pajak terhutang
menurut fiskal namun juga tidak dihitung berdasarkan laba sebelum pajak sebelum
tarif yang berlaku.
Beban pajak merupakan penjumlahan
dari beban pajak kini dan beban (manfaat) pajak tangguhan. Praktik sebelum PSAK
46 revisi 1998, beban pajak penghasilan dalam laporan laba rugi adalah beban
pajak kini saja, tanpa memperhitungkan pajak tangguhan. Untuk SAK ETAP, beban
pajak dalam laporan keuangan adalah pajak terutang menurut perhitungan fiskal. Beban (manfaat) pajak tangguhan merupakan
dampak dari perbedaan temporer yang menyebabkan jumlah pajak terpulihkan atau
pajak penghasilan terutang pada periode masa depan.
Ketentuan dalam UU PPh dan PSAK
terkait pengakuan pendapatan dan beban tidak sama, karena memiliki tujuan yang berbeda.
Perbedaan tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia namun hampir di seluruh
Negara cenderung terdapat perbedaan antara pajak dan akuntansi. Perbedaan
antara pajak dan akuntansi dapat dibedakan menjadi dua, perbedaan permanen dan
perbedaan temporer. Setiap akhir pelaporan entitas melakukan rekonsiliasi
fiskal atau koreksi fiskal atas laba sebelum pajak untuk menghitung jumlah
penghasilan kena pajak. Informasi dalam rekonsiliasi fiskal disajikan dalam
catatan atas laporan keuangan, sebagai informasi pendukung untuk menghitung
jumlah beban pajak kini, beban pajak tangguhan dan aset / liabilitas pajak
tangguhan yang terkait.
Perbedaan permanen adalah
perbedaan substansi yang tidak akan terpulihkan di masa mendatang. Contohnya
biaya pegawai yang diberikan dalam bentuk natura, sumbangan dengan kriteria
tertentu tidak dapat menjadi pengurang penghasilan, biaya yang tidak terkait
dengan mendapatkan, menagih dan memelihara pendapatan. Perbedaan permanen dapat
juga terjadi karena penghasilan yang dikenakan pajak final seperti pendapatan
bunga, sewa tanah, sewa bangunan, pengalihan tanah / bangunan, transaksi di
pasar modal. Penghasilan yang dikecualikan misalnya iuran pensiun yang diterima
oleh entitas program purna karya. Atas perbedaan permanen ini menurut standar tidak diperhitungkan
konsekuensi pajak yang terutang di masa depan sehingga tidak memunculkan
kewajiban atau aset pajak tangguhan.
Walaupun untuk pajak final ada konsekuensi pajak yang harus ditanggung, yaitu sebesar tarif pajak finalnya, yang berbeda dengan tarif pajak umum. Dalam
perhitungan pajak terutang, perbedaan permanen ini tidak dimasukkan dalam
menghitung pajak terutang. Pajak final dilaporkan dalam laporan pajak terpisah
dari penghasilan yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak umum.
Perbedaan temporer
adalah perbedaan yang terjadi karena
waktu pengakuan sehingga secara total nilai beban atau pendapatan sama namun
waktu pengakuannya berbeda. Perbedaan temporer akan menyebabkan jumlah tercatat
aset atau liablitas dalam laporan posisi keuangan berbeda dengan dasar
pengenaan pajaknya. Misalnya perbedaan masa manfaat aset tetap antara ketentuan
perpajakan dan kebijakan entitas dalam melakukan penyusutan. Akibat perbedaan
masa manfaat, nilai penyusutan berbeda, sehingga akan menyebabkan perbedaan
nilai buku aset dalam laporan posisi keuangan dengan dasar pengenaan
pajaknya. Perbedaan temporer juga dapat
muncul karena perbedaan waktu pengakuan maupun cara penilaian. Akuntansi
mengakui penurunan piutang saat terdapat bukti obyektif sesuai dengan PSAK 55,
sedangkan pajak mengakui penghapusan piutang jika telah memenuhi ketentuan
spesifik yang lebih ketat untuk entitas di luar jasa keuangan. Untuk entitas dalam industri keuangan ada
peraturan khusus untuk menghitung nilai cadangan penurunan nilai piutang.
Akuntansi mengakui penurunan nilai (impairment)
aset tetap, investasi dan cadangan penurunan persediaan, sedangkan pajak tidak memperkenankan
kerugian penurunan nilai sebagai
pengurang penghasilan.
Perbedaan
temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang pada periode mendatang atau
jumlah pajak terpulihkan di masa mendatang. Jika aset atau liabilitas muncul
akibat pengakuan pendapatan menurut akuntansi
lebih besar dibandingkan menurut pajak,
maka akan menimbulkan pajak terutang di masa depan sehingga akan diakui
liabilitas pajak tangguhan. Sebaliknya jika pengakuan pendapatan menurut
akuntansi lebih kecil dibandingkan penghasilan menurut pajak, maka entitas akan
melakukan pembayaran pajak terlebih dahulu atas pendapatan tersebut sehingga
akan diakui aset pajak tangguhan. Aset pajak tangguhan juga dapat terjadi
karena akumulasi kerugian pajak yang belum dikompensasikan dan akumulasi kredit
pajak yang belum dimanfaatkan. Untuk fasilitas kredit pajak, ketentuan regulasi
di Indonesia belum mengatur.
Sebagai
ilustrasi, sebuah peralatan dibeli pada awal tahun 1 sebesar 12.000 disusutkan
menurut pajak selama 4 tahun tanpa nilai sisa. Menurut akuntansi disusutkan
selama 5 tahun dengan nilai sisa 2.000. Tabel berikut memberikan gambaran pajak tangguhan, dengan mengasumsikan
pendapatan 5.000.
Pajak
|
Thn 1
|
Thn 2
|
Thn 3
|
Thn 4
|
Thn 5
|
Pendapatan
|
5.000
|
5.000
|
5.000
|
5.000
|
5.000
|
Penyusutan untuk tujuan pajak
|
3.000
|
3.000
|
3.000
|
3.000
|
-
|
Penghasilan kena pajak
|
2.000
|
2.000
|
2.000
|
2.000
|
5.000
|
Pajak terutang menurut fiskal
|
500
|
500
|
500
|
500
|
1.250
|
Akuntansi
|
|||||
Pendapatan
|
5.000
|
5.000
|
5.000
|
5.000
|
5.000
|
Penyusutan untuk tujuan akuntansi
|
2.000
|
2.000
|
2.000
|
2.000
|
2.000
|
Laba (rugi) pajak
|
3.000
|
3.000
|
3.000
|
3.000
|
3.000
|
Beban pajak akuntansi 25%
|
750
|
750
|
750
|
750
|
750
|
Perbedaan laba
|
1.000
|
1.000
|
1.000
|
1.000
|
2.000
|
Beban (manfaat) pajak tangguhan
|
250
|
250
|
250
|
250
|
-500
|
Kewajiban pajak tangguhan
|
250
|
500
|
750
|
1.000
|
500
|
Total beban
pajak penghasilan
|
|||||
Beban pajak kini 25%
|
500
|
500
|
500
|
500
|
1.250
|
Beban (manfaat) pajak tangguhan
|
250
|
250
|
250
|
250
|
-500
|
Beban pajak
penghasilan
|
750
|
750
|
750
|
750
|
750
|
Menurut
akuntansi, beban pajak akan dihitung berdasarkan laba akuntansi sehingga beban
pajak sebesar 750. Beban pajak tersebut terdiri pajak kini yang dibayarkan ke
kas Negara sebesar 500 dan beban pajak tangguhan sebesar 250. Dampaknya timbul
kewajiban pajak tangguhan. Menurut akuntansi, penyusutanya lebih kecil sehingga
laba akuntansi lebih besar sehingga terdapat pengakuan beban pajak tangguhan selama 4 tahun pertama.
Pada tahun kelima, entitas membayar pajak
lebih besar karena
tidak ada lagi penyusutan. Namun secara akuntansi masih terdapat penyusutan sehingga penghasilannya lebih kecil sebesar 3.000. Pada tahun kelima pajak yang dibayarkan sebesar
1.250 namun beban pajak yang diakui sebesar 750. Selisihnya 500 merupakan manfaat pajak tangguhan dan mengurangi kewajiban
pajak tangguhan.
Sampai akhir
tahun kelima masih ada nilai sisa 2.000 dan saldo kewajiban pajak tangguhan
500. Perbedaan ini akan hilang saat entitas menjual peralatan tersebut. Jika tahun ke 7 peralatan
dijual seharga 3.000 maka pajak akan mengakui laba penjualan aset sebesar 3.000
sedangkan menurut akuntansi laba penjualan aset 1.000 karena masih ada nilai
sisa 2.000. Pajak atas penjualan tersebut akan dibayarkan sebesar 750, namun
secara akuntansi beban pajak 250, yang 500 manfaat pajak tangguhan. Kewajiban
pajak tangguhan akan habis dikurangkan dan diakui sebagai manfaat pajak
tangguhan, karena asetnya sudah terjual.
Perbedaan
temporer juga dapat muncul karena kompensasi kerugian. Peraturan pajak
menjelaskan bahwa wajib pajak dapat mengkompensasikan kerugian selama lima
tahun setelah kerugian tersebut terjadi. Jika entitas mengalami rugi sebesar
(20.000) maka selama lima tahun berikutnya
entitas tidak akan membayar pajak sampai keuntungan mencapai jumlah
kerugian tersebut. Manfaat pajak
tersebut diakui secara akuntansi pada saat kerugian terjadi sebesar
5.000 (25% x 20.000). Entitas mengakui aset pajak tangguhan dalam laporan
posisi keuangan dan manfaat pajak tangguhan dalam laporan laba rugi
komprehensif. Jika pada tahun berikutnya entitas memiliki penghasilan kena pajak
6.000, maka entitas tidak membayar pajak karena masih memiliki kompensasi kerugian, namun secara akuntansi
tetap akan diakui beban pajak tangguhan sebesar 1.500. Beban pajak tangguhan
ini diperoleh dari pemulihan aset pajak tangguhan. Akhir tahun pertama saldo
aset pajak tangguhan tersisa 5000-1.500 =3.500 mencerminkan sisa kompensasi
yang belum dimanfaatkan 14.000.
Aset pajak
tangguhan yang telah diakui pada periode sebelumnya, karena perubahan kondisi ekonomi menjadi tidak
terpulihkan di masa depan. Untuk aset pajak tangguhan terkait dengan kompensasi
kerugian, entitas kemungkinan tidak dapat memanfaatkan kompensasi karena
entitas rugi terus. Standar akuntansi mengharuskan untuk membuat cadangan atas
penurunan nilai aset pajak tangguhan, jika terdapat indikasi bahwa pada periode
masa depan tidak dapat dipulihkan.
Aset pajak
tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan dapat disajikan saling hapus sesuai
dengan ketentuan dalam penyajian instrumen keuangan. Saling hapus dapat dilakukan
jika entitas memiliki hak secara hukum untuk melakukan saling hapus dan berniat
menyelesaikan dengan dasar neto. Untuk aset dan liabilitas pajak tangguhan
dalam satu entitas, penyelesaiannya dilakukan dalam perhitungan pajak entitas
tersebut sehingga dapat disajikan saling hapus. Namun jika aset dan liabilitas
pajak tangguhan muncul dari entitas yang berbeda dalam laporan konsolidasian,
akan tetap disajikan terpisah tidak dinetokan. Aset pajak tangguhan pada anak entitas tidak dapat dipulihkan dari
laba induk entitas. Tidak ada hak secara hukum untuk saling hapus kewajiban
perpajakan antara anak dan induk, karena
kewajiban perpajakan untuk masing-masing entitas.
Untuk entitas
yang menyusun laporan konsolidasian, pajak akan dipertanggungjawabkan untuk
masing2 anak entitas. Laba dari anak entitas bukan obyek pajak, sehingga dalam
menghitung pajak induk sebagai wajib pajak tidak memasukkan laba anak entitas.
Koreksi fiskal akan dilakukan masing-masing entitas tidak ada koreksi fiskal
entitas konsolidasi. Namun karena entitas konsolidasian menggabungkan laporan
keuangan semua anak dalam kendali induk, maka beban pajak harus dihitung atas
entitas konsolidasian. Beban pajak kini dihitung dari beban pajak kini induk dan total beban pajak kini dari anak entitas. Beban
(manfaat) pajak tangguhan meruapak penjumlahan juga. Untuk aset dan liabilitas
pajak tangguhan juga dikonsolidasikan tanpa ada proses eliminasi.
Untuk
penghasilan yang dikenakan pajak final, standar
menjelaskan secara khusus walaupun tidak ada dalam IAS 21. Atas aset dan
liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dengan dasar
pengenaan pajaknya, maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset dan
liabilitas pajak tangguhan. Alasannya karena pajak final tidak dilaporkan dalam
menentukan pajak penghasilan. Karena
tidak terdapat perbedaan temporer
maka tidak diakui adanya aset dan liabilitas pajak tangguhan. Atas penghasilan
yang dikenakan pajak final beban pajak diakui proporsional dengan pendapatan
menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan. Ketentuan standar
mengharuskan penghasilan yang dikenakan pajak final diakui sebesar nilai bruto,
kemudian beban pajak (kini) akan diakui pada periode yang sama. Atas pengakuan
penghasilan yang dikenakan pajak final menurut akuntansi dan belum dibayarkan
pajak finalnya, maka akan diakui beban pajak final pada periode tersebut dan
pajak yang masih harus dibayar. Untuk kondisi sebaliknya, atas pendapatan yang
dikenakan pajak final diterima dimuka, akan diakui pajak final dibayar dimuka,
karena pembebanan pajak hanya sebesar beban yang diakui menurut akuntansi.
Pajak penghasilan final dibayar dimuka harus disajikan terpisah dari pajak
penghasilan final yang masih harus dibayar.
Jumlah pajak
dan denda yang ditetapkan dalam surat ketetapan pajak harus dibebankan sebagai
pendapatan atau beban lain-lain pada periode berjalan. Pembebanan ditangguhkan
jika memenuhi kriteria pengakuan. Jika terdapat bukti bahwa SKP tersebut tidak
menimbulkan kewajiban di masa mendatang, karena proses banding atau keberatan yang
berpotensi dimenangkan entitas maka pembebanan SKP dapat ditangguhkan.
Untuk perbedaan
nilai aset investasi pada asosiasi antara pencatatan akuntansi dan dasar
pengenaan pajak, menurut standar diakui
sebagai perbedaan temporer. Peraturan perpajakan di Indonesia mengecualikan
deviden dan laba entitas asosiasi dengan kepemilikan sekurang-kurangnya 25%
sebagai penghasilan. Sehingga menurut pajak investasi akan tercatat sebesar
nilai perolehan, sedangkan dengan metode ekuitas nilai investasi akan meningkat
sebesar laba yang belum terbagi, karena pendapatan diakui saat melaporkan laba
dan dividen dicatat mengurangi investasi. Standar menjelaskan bahwa perbedaan
temporer terkait investasi pada
asosiasi, anak dan cabang dapat tidak diakui jika entitas induk tidak
mampu mengendalikan waktu pemulihan perbedaan temporer dan kemugkinan perbedaan
temporer tersebut tidak dapat dipulihkan di masa depan yang dapat diperkirakan.
Dengan PSAK 46 entitas
tidak hanya diwajibkan memenuhi ketentuan regulasi untuk membayar dan
melaporkan pajak, namun juga menyajikan dan mengungkapkan informasi tersebut
dalam laporan keuangan. Jika terjadi perbedaan temporer antara laba menurut akuntansi dengan penghasilan kena
pajak, sehingga menyebabkan nilai aset dan liabilitas berbeda dengan
dasar pengenaan pajaknya,
maka perbedaan tersebut harus diperhitungkan konsekuensi pajaknya di masa
mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar