IV. PELAKU DAN PERAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
4.1. SATUAN ACARA PERKULIAHAN
a.
Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami para pelaku ekonomi
dan peran yang diembannya.
b.
Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat menjelaskan :
-
Pelaku-pelaku ekonomi
-
Peran serta fungsinya bagi perekonomian
-
Analisis kebijakan yang relevan
c.
Materi Pembahasan
-
Pelaku-pelaku Ekonomi :
·
Berdasarkan Kepemilikan Modal / Aset :
1.
BUMN
2.
SWASTA (BUMS)
3.
KOPERASI
·
Berdasarkan Besar-kecilnya modal/ aset :
1.
Perusahaan Besar/Usaha Skala Besar (USB)
2.
Perusahaan Menengah/ Usaha Skala Menengah (USM)
3.
Perusahaan Kecil/Usaha Skala Kcil (USK)
-
Peranan dan Fungsinya bagi Perekonomian
·
Peran seagai penggerak pertumbuhan ekonomi
·
Peran sebagai pencipta lapangan kerja
·
Fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
-
Analisis Kebijakan yang Relevan :
·
Kebijakan peningkatan kinerja dan daya saing
·
Kebijakan pemberdayaan perusahaan kecil menengah
·
Kebijakan pembinaan kemitraan usaha
4.2. PEMBAHASAN MATERI
A.
PELAKU-PELAKU EKONOMI
a.
Berdasarkan Kepemilikan Modal/ Aset :
1)
Badan usaha Milik Negara (BUMN)
·
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah usaha
yang seluruh modalnya dimiliki negara atau badan usaha yang tidak seluruh
sahamnya dimiliki negara tetapi statusnya disamakan dengan BUMN, yaitu :
a)
BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan
pemerintah daerah
b)
BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan
BUMN lainnya.
c)
BUMN yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan
swasta nasional/ asing di mana negara memiliki saham mayoritas minimal 51%.
(Pandji Anoraga, 1995).
·
Bahasa Asing BUMN adalah public enterprise.
Dengan demikian berisikan dua elemen esensil, yakni unsur pemerintah (public)
dan unsur bisnis (enterprise). Berapa besar presentase masing-masing elemen itu
di suatu BUMn tergantung pada jenis atau tipe BUMN-nya. Untuk eprsero unsur
bisnisnya lebih dominan. PERUM boleh dikatakan fifty-fifty.
(Chariuman Armia, 1989)
·
Karena BUMN diciptakan oleh undang-undang, diusulkan
pemerintah dan disetujui DPR, maka jadilah dia suatu produk politik. Itulah
sebabnya dikatakan politik merupakan sifat yang tidak dapat dipisahkan dari
BUMN. Apabila elemen politik sampai ditiadakan maka akan hilanglah relevansi
dari keberadaan BUMN itu. (Pandji Anoraga, 1995.
2)
SWASTA
·
Pasal 33 UU 1945 menyatakan tigas sektor kegiata
perekonomian, yaitu sektor pemerintah, swsta dan koperasi. Dewasa ini semakin
jelas adanya trikotomi bangun usaha di Indonesia, yaitu BUMN, Swsata dan
Koperasi. Peran swasta dan cara kerja swasta semakin banyak disorot karena
memang ada kecenderungan sektor ini bisa bekerja lebih efisien dari pada sektor
negara yang terkekang oleh birokrasi, sedangkan koperasi karena masih lemah
belum mampu mengembangkan diri (Mubyarto, 1988).
·
Umumnya dikonsepsikan bahwa tujuan pendirian
perusahaan swasta adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal. Dalam zaman
modern ini keuntungan maksimal bukan merupakan satu-satunya tujuan masih ada
tujuan lain yang leibh penting dan kadang-kadang lebih mendesak misalnya
pertumbuhan skala organisasinya, kepentingan sosial dan sebagainya. Pengusaha
yang berpandangan jauh ke depan sangat mementingkan “goodwill” dari masyarkaat
(Sudarono, 1983).
3)
KOPERASI
·
Koperasi dari perkataan co dan operation, yang mengandung
arti bekerjasama untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu koperasi adalah suatu
perkumpulan yang memberikan orang-orang atau badan-badan yang memberikan
kebebasan untuk masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerja sama secara
kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan Jasmaniah para
anggotanya A(rifinal Chaniago, 1984).
·
Menurut undang-undang koperasi yang lama
(Undang-undang Koperasi No. 12 Tahun 1967) didefinisikan: Koperasi Indonesia
adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan
orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi
sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.
b.
Berdasarkan Besar-kecilnya Aset/ Modal
·
Biro Pusat Statistik (BPS) menggolongkan perussahaan
di Indonesia sebagai berikut :
Ø
Perusahaan Besar : memiliki pekerja 100 orang lebih
Ø
Perusahaan sedang : memiliki pekerja 20 – 99 orang
Ø
Perusahaan kecil : memiliki pekerja 5 – 19 orang
Ø
Kerajinan R. Tangga : memiliki pekerja kurang 5 orang
·
Istilah-istilah lain yang sering dipergunakan :
Ø
Usaha Skala Besar (USS), Industri Skala Besar
(ISB)
Ø
Usaha Skala Menegah (USM), Industri Skala
Menengah (ISM)
Ø
Usaha Skala Kecil (USK), Industri Skala Kecil
(ISK)
1)
Perusahaan Kecil (USK, ISK
a)
Definisi : Sebelum lahirnya UU NO. 9 / 1995 tentang
usaha kecil tidak ada persamaan definisi USK dari berbagai instansi, seperti :
(1)
Departemen Perindustrian dan Bank Indonesia
= total aset
diluar tanah dan bangunan dibawah Rp 600 juta.
(2)
Departemen Perdagangan
= modal aktif
di bawah Rp 25 juta
Lahirnya UU
No. 9/ 1995 yang menetapkan hanya dengan pendekatna jumlah aset yakni di bawah
Rp 200 juta merupakan akhir dari berbedanya definisi antar lembaga selama ini
(lukman Hakim, 1996).
b)
Kelemahan dan Kelebihan USK
Kelemahannya
:
(1)
Modalnya sangat terbatas
(2)
Teknologi yang digunakan sangat sederhana
(3)
Organisasi/ manajemen bersifat informal/ kekeluargaan
(4)
Lingkup pemasaran terbats (lokal)
(5)
Produknya bahan makanan atau kebutuhan sehari-hari.
Kelebihan
:
(1)
Lebih cepat dalam mengambil keputusan
(2)
Lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan
(3)
Pangsa pasar produk makanan dan kebutuhan sehari-hari
lebih stabil
c)
Perkembangan ISK
·
Yang sangat menentukan keberadaan atau
pertumbuhan ISK, terutama IRT di negara-negara sedang berkembang bukan hanya tingkat
pembangunan atau pendapatan riil per kapita, tetapi dan terutama ditentukan
oleh distrubsi pendapatan. Selama kelompok masyarakat berpendapatan rendah
masih besar, ISK tetap diperlukan.
·
Ini berarti bahwa ISK masih bisa survive walau
ditengah-tengah pertumbuhan Ism dan ISB yang pesat dan menghadapi persaingan
yang semakin berart dari kelompok industri tersebut dan dari barang-barang
impor. ISK dan ISB, karena ISK mempunyai segmen pasar tersendiri, yakni dari
golongan masyarakat berpendapatan rendah.
(Tulus
Tambunan, 1996).
Tabel Peningkatan Output, Nilai Tambah dan
Produktivitas ISK menurut Subsektor, 1986 – 1990
ISIC Code
|
Output (Jut Rp)
|
Nilai Tb (jt/Rp)
|
Produktivitas
(jt/orang)
|
|||
1986
|
1990
|
1986
|
1990
|
1986
|
1990
|
|
31
32
33
|
47,84
17,70
11,35
|
48,40
25,05
7,85
|
37,08
17,01
14,33
|
25,08
29,84
20,95
|
3,29
2,91
2,34
|
4,50
5,52
3,47
|
Sumber : BPS
(dikutip dari Tulus Tambunan, 1996)
Keterangan :
31 = makanan, minuman dan tembakau
32 = tekstil,
pakaian jadi dan kulit
33 = kayu dan produk dari kayu termasuk alat-alat rumah tangga dari
kayu
·
Kasus di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam
studi Saragih dan Krisnamurthi (1994) menunjukkan bahwa pada tahun 1990 jumlah
industri pengolah hasil pertanian tercatata pada 894,000 unit dan 99,7%
diantaranya berskala kecil. Fakta ini menunjukkan bahwa di Idnoensia
agroindustri pada umumnya masih merupakan kegiatan ISK (catatan: tidak
dijelaskan berapa besar nilai produk atau nilai tambah ISK tersebut).
d)
Kendala Struktural yang Dihadapi ISK
Perkembangan
agroindustri menghadapi banyak kendala, yaitu ;
(1)
Kegiatan pertanian belum memberikan dukungan optimal,
karena pola produksi pertanian belum terpusat.
(2)
Diersifikasi kegiatan pertanian masih rendah
(3)
Ketrbatasan dana/ modal (tergantung grosir di kota)
(4)
Menghadapi kesulitan pemasaran (kurang informasi)
(5)
Biaya transportasi (output maupun input) relatif masih
tinggi.
(6)
Teknologi, manajemen dan tenaga trampil yang sangat
kurang.
(Tulus,
Tambunan, 1996).
2)
PERUSHAAN MENENGAH (USM, ISM)
a)
Definisi : perusahaan kecil dan menengah ini sering
digabung menjadi satu golongan, yaitu golingan Usaka Skala Kecil Menengah
(UKM).
UKM
didefinisikan sebagia usaha-usaha yang memiliki aset sampai dengan Rp 200 juta
– meskipun sebenarnya 90% lebih berada jauh di bawah ambang batas kategori itu,
yakni memiliki aset kurang atau sama dengan Rp 50 juta.
(Mudaris,
Alli Masyhud, 1995).
Dalam
perspektif ini maka koperasi dan pra koperasi primer atau koperasi informal
pada umumnya dapat dimasukkan dalam kategori ini.
b)
Perkembangan UKM
·
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), populasi UKM
ini mencapai 33,45 juta unit, dan lebih dari separuhnya bergerak di sektorp
edesaan. Di pedesaan yang lazimnya diusahakan rakyat seperti kerajinan rakyat,
pertanian, perkebunan rakyat, aneka pertambangan rakyat, pertambakan dan
penggaraman rakyat.
·
Sektor-sektor yang lazim bergerak di perkotaan
antara lain jasa perdagangan, transportasi rakyat dan industri makanan rakyat.
Disamping itu ada sektor lain yang bergerak baik di pedesaan maupun di
perkotaan, yaitu perkreditan rakyat.
(Mudaris Ali
Masyud, 1995).
·
Drs. Chaeruddin, Direktur Bina Program Ditjen.
Aneka Industri memaparkan perkembangan UKM yang khussu bergerak di bidang
industri. Sampai akhir PJP-I, jumlah industri kecil dan menengah sekitar 2 juta
unit usaha nilai produksi sebesar Rp 20 triliun atau 13,5% dari total produksi
industri nasional. Sedang nilai ekspor mencapai US$2,6 miliar atau 10% dari
ekspor industri nasional.
(Chaeruddin,
1995).
3)
PERUSHAAN BESAR (USB, ISB)
a)
Sejarah munculnya Pengusaha Besar
·
Sesjarah sektor swasta di Indonesia relatif
masih muda, dan hubungan antara sektor swasta dengan pemerintah dan hubungan
antara sektor swasta dengan pemerintah sesudah kemerdekaan mengalami pasang
surut. Awal tahun 1950-an pemerintah menerapkan kebijaksanaan proteksi, yang
dikenal dengan sebutan kebijaksanaan
“benteng”.
·
Dalam masa Orde baru muncul para pengusaha besar
keturunan yang berkembang pesat berkat usaha patungannya dengan pemerintah atau
BUMN, terutama dalam hubungannya dengan penanaman modal asing. Ada
kecenderungan parapengusaha asing – terutama dari Jepang lebih suka bekerja
sama dengan para pengusaha keturunan.
·
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada dekade
1970-1980 juga telah memunculkan pengusaha besar pribumi seperti Probosutejdo
dan Sukamdani Gitosardjono, tetapi secarak eseluruhan jumlah pengusaha
keturunan yang menjadi besar jauh lebih banyak.
Munculnya
banyak pengusaha keturunan yang besar dan kelompok-kelompok pengusaha lain
termasuk yang pribumi merupakan fenomena baru dalam perekonomian Indonesia.
(Mubyarto, 1988).
b)
Monopoli, Oligopoli dan Konglomerasi
Setelah masa
deregulasi dan debirokratisasi dengan iklim keterbukaan, berbagaiperusahaan
swasta memasuki era “go public”. Dengan makin terbukanya informasi bisnis maka
diperolehberbagai peta struktur pasar, malahan tidak hanya monopolli dan
oligopoli, tetapi kiranya telah lama lahir bentuk konglomerasi. Dalam
konglomerasi ini dapat terjadi penguasaan asset nasional yang berintegrasi
secara vertical maupun horisontal. (Nurimansyah Hasibuan, 1995).
c)
Perkembangan Konglomerat di Indonesia
·
Dunia usaha perdaganagn, transportasi,
konstruksi dan properti, keuangan dan asuransi, mediamasa, pendidikan,
kesehatan dan lahan-lahan tambak ikan serta perkebunan serempak dikuasai.
Dewasa ini sekitar 200 konglomerat menguasai penjualan barang-barang dan jasa
sekitar 57% dari pendapatan nasional Indonesia.
·
Suatu kenyataan yang menarik adalah bahwa dalam
sektor industri pengolahan Indonesia, sekitar 72% nilai tambah diciptakan oleh
industri-industri yang mempunyai struktur oligopolistik dengan konsentrasi
tinggi (Nurimansyah Hasibuan, 1995).
·
PDBI menyatakan bahwa 300 konglomerat Indonesia
memiliki jumlah penjualan (1988) Rp 70 triliun. Dari ruang lingkup nasional
memang konglomerrat sudah mendominasi perekonomian Indonesia. Mereka telah
mencapai skala kegiatan kira-kira dua kali lipat dari APBN Indonesia 1989-1990,
sekitar Rp 36 triliun.
(Pandji
Anoraga, 1995).
B.
PERAN DAN FUNGSI BAGI PEREKONOMIAN
Triologi Pembangunan yang meliputi pemerataan
pembangunan dan hasil-basilnya, pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional
yang sehat dan dinamis, ketiganya mengikat keseluruhan pelaku eknomi yang ada.
Jadi, adalah keliru jika beranggapan bahwa tugas-tugas dari koperasi hanyalah
melaksanakan pemertaan, swasta melaksanakan pertumbuhan dan BUMN melaksanakan
stabilitas saja. Baik KOPERASI, SWASTA maupun BUMN ketiganya berkewajiban
melaksanakan tugas-tugas triologi itu (Sri Edi Swasono, 1990).
a.
Peran Sebagai Penggerak Pertumbuhan Ekonomi
·
Di masa yang lalu, terutama masa ekonomi
terpimpin Orde Lama (1959-1965) peran BUMN dalam perekonomian Indonesia sangat
dominan. BUMN melakukan kegiatan dan menguasai hampir di semua sektor ekkonomi,
seperti sektor keuangan/ perbankan, pertambangan, perkebunan, kehutanan,
industri, perdagangan, transportasi dan jasa-jasa lain. Jadi saat itu BUMN
berperan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
·
Dimasa Orde Baru peran BUMN sedikit demi sedikit
mulai berkurang terutama sejak digulirkan deregulasi-deregulasi tahun
1980-an. Pemerintah memandang sudah
saatnya sektor swasta diberi peran yang lebih besar dalam kegiatan ekonomi. Hal
ini bisa kita pahami seab sejak 1982/1983 (pasca oil boom) penerimaan
pemerintah dari sumber migas terus menurun sebagai akibat terus merosotnya
harga minyak di paar internasional dari US$35 per barel (1982) sampai titik
terendah US$ 9 per barel (1986).
·
Maka pergeseran peran sektor BUMN kepada sektor
swasta mulai terjadi sejak awal tahun 1980-an. Nilai produksi dari industri
manufaktur berdasarkan pemilikan (perusahaan) sebagai berikut : sektor
pemerintah menurun dari 25,0% (1975) menjadi 14,4% (1983): sektor swasta
meningkat dari 50,7% (1975) menjadi 56,9% (1983); sedangkan sektor (swasta)
asing menurun dari 10,2% 91975) menjadi 1,5% (1983); namun patungan swasta/
asing meningkat dari 10,5% (1975) menjadi 21,1 (1983).
(Gunawan
Sumodiningrat, 1990)
·
Jadi peran sektor swasta dan patungan swasta/
asing sejak awal tahun 1980-an menjadi dominan dan menjadi penggerak
pertumbuhan ekonomi karena memberi sumbangan pada produk industri manufaktur
sebesar 78,0%. Lebih-lebih setelah terjadi proes konsentrasi ekonomi pada
kelompok swasta besar atau parakonglomerat yang menguasai 57% dari pendapatan
nasional dan omzet penjualan mereka mencapai Rp 70 triliun (dua kali lipat APBN
1989/1990).
b.
Peran Sebagai Pencipta Lapangan Pekerjaan
·
Jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur menurut
skala usaha (dalam prosentase) berturut-turut sebagai berikut ; ISK (Ik + IRT)
sebanyak 86,0% 91974/1975); 80,6% (1979) dan 68,3% (1986), sedang Ism dan ISB
sebanyak 13,5% (1974), 19,4% (1979) dan 31,7% (1986).
(Tulus
Tambunan, 1996).
·
Pangsa tenaga kerja pada Isk yang terdiri dari
industri kecil (IK) dan Industri Rumah Tangga (IRT) cenderung makin menurun,
meskipun pada tahun 1986 masih tetap lebih besar, yaitu 68,3% di bandingkan
pangsa Ism dan ISB sebesar 31,7%. Hal ini, menurut Anderson, disebabkan karena
ada relasi negatif antar apertumbuhan ekonomi dengan perkembangan daya serap
tenaga kerja ISK. Artinya bila pertumbuhan ekonomi meningkat, maka daya serap
tenaga kerja pada ISK akan menurun. Kasus di Idnoensia adalah bahwa selam amasa
Pelita I sampai Pelita III (1969-1983) pertumbuhan ekonomi meningkat akibat
adanya kenaikan harga minyak selama masa oil boom 91973-1982).
c.
Fungsi Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
·
Ada dua konsep mengenai tanggung jawab sosial
suatu perusahaan, yaitu :
1.
Howard R. Bowen dalam bukunya “Social Responsibility of
the Businessman” menganjurkan bahwa perusahaan-perusahaan hendaknya
mempertimbangkan dampak-dampak sosial dari keputusan yang dibuatnya.
2.
Konsep “Social Responsibility”, yaitu adanya perusahaan
yang memiliki kemampuan untuk mengaitkan kegiatan-kegiatan dan
kebijakan-kebijakannya dengan lingkungan sosial sedemikian rupa sehingga
bermanfaat atau menguntungkan baik bagi perusahaan maupun masyarakat.
(Asep
Hermawan, 1995)
3.
Adnan Putra menjelaskan bahwa pada dasarnya tanggung
jawab sosial perusahaan di Indonesia berkaitan dengan apa yang diamanatkan
dalam GBHN, yaitu bahwa pembangunan di Indonesia berwawasan lingkungan. Yang
dimaksud pembangunan berwawasan lingkungan menurut pasal 1 butir 13 UU
Lingkungan Hidup tahun 1982 adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan
mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang bekresinambungan
untuk meningkatkan mutu hidup. Dengan demikian lingkungan itu mengandung arti
luas, secara dimensional mencakup lingkungan
phisik (ekologi/ekosistem) dan non phisik (budaya/ tradisi/ nilai),
secara struktural organisatorik mencakup lingkungan internal dan eksternal.
(Asep
Hermawan, 1995)
d.
Daya Serarp Tenaga kerja Setelah Krisis 1997
·
Melemahnya permintaan domestik dan berbagai
kendala yang timbul dalam proses produksi sebagai akibat dampak krisis moneter
menyebabkan sebagian besar perusahaan mengurangi bahkan menghentikan produksi,
sehingga terjadi peningkatan PHK.
·
Berdasarkan laporan Departemen Tenaga Kerja pada
tahun 1997 ada 93 perusahaan yang secara resmi melakukan PHK terhadap 41.716
orang pekerja, 10 perusahaan dalam proses PHK terhadap 2.068 pekerja dan
diperkirakan akan terjadi PHK atas 6.523 pekerja (Laporan tahunan BI
1997/1998).
·
Disisi pasokan tenaga kerja, jumlah angkatan
kerja tahun 1997 diperkirakan mengalami peningkatan dari 92,8 juta orang (1996)
menjadi 95,5 juta orang. Dengan perkembangan tersebut, jumlah pengangguran
terbuka pada tahun 1997 meningkat sampai sekitar 7 juta orang atau 7,5% dari
angkatan kerja.
·
Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian
pada tahun 2000, maka tingkat pengangguran terbuka (perbandingan jumlah
pengangguran terbuka terhadap jumlah angatan kerja) menurun dari 6,0% (1999)
menjadi 5,9%.
Indikator
Ketengakerjaan :
Indikator |
Juta Penduduk
|
|||
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
|
Penduduk usia kerja
Jumlah angkatan kerja
Bekerja
Pengangguran terbuka
Tingkat pengangguran terbuka %
PTAK %
|
13,5
92,8
87,7
5,1
5,5
66,9
|
141,1
94,8
88,9
6,0
6,4
67,2
|
141,3
95,7
89,9
5,9
6,1
67,7
|
0,,15
0,95
1,04
-1,64
-2,60
0,73
|
Sumber : Badan
Pusat Statistik (dalam Laporan BI, 2000)
·
Indikator lain, Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) yaitu ratio antara jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia
kerja, meningkat dari 67,2% (1999) menjadi 67,7%. Hal ini berkaitan dengan
menurunnya jumlah pengangguran terbuka dan PHK cenderung menurun
·
Meskipun angka pengangguran menurun, jumlah
orang menganggur cukup tinggi, yaitu 5,9 juta orang. Dilihat dari tingkat
pendidikannya: 62,0% SD, 16,0% SMP, 18% SMA, Diploma dan Universitas 4%.
C.
ANALISIS KEBIJAKAN YANG RELEVAN
a.
Kebijakan Peningkatan Kinerja dan Daya Saing
·
Dalam World Competitiveness Report 1996,
Indonesia erada di ranking 41 dalam hal tingkat daya saing dari 46 negara
(turun dari ranking 33 pada tahun 1995). Sedangkan untuk ASEAN lainnya umumnya
naik, yakni ranking tahun 1996 untuk Filipina (31), Thailand (30), malaysia
(23) dan Singapura (2).
(Didin S.
Damanhuri, …..)
·
Hal ini sebagai akibat masa PJP-I yang umumnya
hampir bersifat total inward looking (IWL) dengan penerapan strategi
industrialisasi substitusi import (ISI) secara penuh dengan politik proteksi
dan subsidi yang mengiringinya, telah menghasilkan kinerja efisiensi produk
industri dan ekonomi yang berbiaya tinggi dengan kualitas rendah diukur oleh
harga dan kualitas internasional. Dalam situasi inefisiensi industrialisasi dan
kebocoran pembangunan yang tinggi (Sumitro menyebutkan sekitar 30%), pemerintah
mengandalkan solusinya dengan langkah deregulasi, swastanisasi dan
debirokratisasi secara amat lamban dalam bentuk paket-paket kebijaksanaan yang
berlangsung sejak tahun 1983 hingga tahun 1996.
(didin S.
Damanhuri, …..)
b.
Kebijakan Pemberdayaan Perusahaan Kecil Menengah
·
Kebijakan makro antara lain melalui kebijakan
kredit diharapkan akan mampu memelihara kestabilan ekonomi dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan
kerj baru. Sedangkan melalui kebijakan mikro antara lain dapat meningkatkan dan
memperluas akses usaha kecil dan koperasi kepada lembaga keuangan/ perbankan,
akses pasar, berupa pengenalan, pembinaan produk-produk baru yang lebih
mendekati selera pasar, atau kegiatan-kegiatan lain yang besifat produktif dari
usaha yang bersangkutan.
(A. Daniel
Uphadi, 1995).
·
Pola kredit bersubsidi yang telah diluncurkan
pemerintah sejak tahun 1973 antara lain: Kredit Investasi Kecil/ KIK Dan Kredit
Modal Kerja Permanen / KMKP, Kredit Bimas Dan Inmas, Kredit Umum Pedesaan/ KUP.
Bank Indonesia
(BI) selain memberikan bantuan keuangan, juga memberikan bantuan teknis kepada
perbankan melaluli Proyek Pengembangan Usaha Kecil (PPUK-BI) antara lain
melakukan identifikasi peluang investasi pada semua sektor ekonomi (A. Daniel
Uphadi, 1995).
·
Pemerintah telah menjalankan berbagai cara untuk
menangani hal itu :
1.
Januari 1990 Presiden menghimbau agar koperasi
hendaknya diberi saham oleh perusahaan-perusahaan besar, sampai 25% dari total
saham perusahaan.
2.
15 Mei 1996, pemerintah mencanangkan Gerakan Kemitraan
Nasional, yang bertujuan menggalang kekuatan semua pihak agar peduli dengan
masalah kemitraan usaha
(Lukman Hakim,
1996).
·
Selama ini kemitraan usaha lebih banyak
didasarkan atas pertimbangan politik dari pada atas dasar pertimbangan ekonomi.
Dasar pertimbangan ekonomi untuk melakukan kemitraan usaha adalah adanya keterkaitan
produksi, yaitu keterkaitan produksi ke depan (forward production lingkage)
atau keterkaitan produksi ke belakang (backward production linkage).
·
Forward production linkage artinya hasil
produksi (output) dari UKM dibeli (dipakai) oleh USB untuk diproses menjadi
finish goods. Backward production linkage artinya input (bahan baku) UKM
diperoleh atau dibeli dari USB.
4.3.
DAFTAR BACAAN
Armia, Chairuman, Perlukah BUMN Dipertahankan?, Harian “KOMpas”
5,6,7 Oktober 1989 (dalam Pandji Anoraga, 1995).
Anoraga, Pandji, BUMN, Swasta danm Koperasi, Tiga Pelaku
Ekonomi, PT. Duta Pustaka Jaya, Jakarta, 1995.
Soedarsono, Pengantar Ekonomi Mikro, Lembaga Penelitian,
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta, 1983.
Hakim, Lukman, Daya Saing Perekonomian Idnoensia Menyongsong Era
Pasar Bebas, Diterbitkan dalam rangka Dies Natalis Universitas Trisakti
ke-31, Media Ekonomi Publishing (MEP)……..
Tambunan Tulus, T.H., Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1996.
Masyhud, Mudaris Ali, Usaha Kecil Menengah Menyongsong Era
Perdagangan Bebas, Harian “Kompas”, Januari 1995.
Chaeruddin, Menaruh Harapan Pada APEC, Harian “Terbit”, 4
Desember 1995.
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, PT. Pustaka LP3ES
Indonesia, Jakarta, 1988.
Hasibuan, Nurimansyah, Struktur Pasar Di Indonesia, Oligopoli
dan Monopoli, Media Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Volo. 3 No.
1, Januari 1995.
Swasono, Sri Edi, Pelaku Ekonomi dan Pendekatan Pembangunan,
Harian “Pelita”, 26 Juni 1990 (dalam Pandji Anoraga, 1996).
Sumodiningrat, Gunawan,
“Pemerataan Pembangunan”, Makalah pada Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia Ke-CI di Bandung, 22 – 25 Agustus, 1990.
Hermawan, Asep, Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan di Negara Berkembang, Media Ekonomi,
Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Vol. 3, No. 1, Januari 1995.
Damanhuri, Didin S., Reformasi Ekonomi Indonesia dalam Masa
Transisi, dari Inward ke Outward Looking Strategy, dala……
Uphadi, Daniel A., Pemberdayaan Kinerja Usaha Kecil dan Menengah,
Harian “Suara Pembaruan, 18 Juli 1995.
Dosen Pengasuh,
Perekonomiann Indonesia
Munawir, SE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar