V.
SEKTOR
MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN
SATUAN ACARA
PERKULIAHAN
a.
Tujuan Umum
Agar mahasiswa
dapat memahami sektor monetr, perbankan dan pembiayaan
b.
Tujuan Khusus
Agar mahasiswa
dapat menjelaskan :
·
Peran sektor moneter di Indonesia
·
Peran Sektor Perbankan di Indonesia
·
Instrumen dan analisis kebijakan Moneter
·
Peran pasar modal di Indonesia
c.
Materi Pembahasan :
·
Peran sektor moneter di Indonesia
(1)
Perkembangan inflasi di Indonesia
(2)
Kebijakan dan Tindakan Pengendalian Inflasi
·
Perkembangan Uang Primer dan Uang Beredar
(1)
Peranan uang dalam perekonomian
(2)
Uang primer dan faktor yang mempengaruhinya
(3)
Uang beredar dan faktor yang mempengaruhinya
·
Peran sektor perbankan di Indonesia
(1)
Perkembangan Perbankan di Indonesia
(2)
Kebijakan Perbankan Sesudah Krisis 1997
·
Instrumen dan Analisis Kebijakan Moneter
(1)
Instrumen yang bersifat kualitatif
(2)
Instrumen yang bersifat kuantitatif
·
Peran Pasar Modal dalam Perekonomian Indonesia
(1)
Perkembangan Pasa Modal di Indonesia
(2)
Pasar modal sbagia sumber pembiayaan
MATERI PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
·
Peranan sektor keuangan semakin penting, karena
:
(1)
Semakin meningkatnya financial deepening
(2)
Semakin bervariasinya produk-produk keuangan karena
terjadi financial inovaction
(3)
Terjadinya globalisasi sehingga pasar keuangan dunia
semakin terintegrasi
·
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
mempercepat terjadinya trans nasionalisasi keuangan, timbulnya innovasi produk
dan meluasnya sekuritas. Akbiatnya perkembangan besaran-besaran moneter di
dalam negeri semakin sulit di kendalikan (Syahrir, 1995)
A.
PERAN SEKTOR MONETER DI INDONESIA
a.
Perkembangan Inflasi di Indonesia
·
Perkembangan yang berulang menimpa perekonomian
kita mencapai puncaknya dengan “tiga angka” pada masa 100 Menteri dan
memberikan gambaran klasik dengan berlakunya teori kuantitas uang. Pada masa
orde baru, inflasi memasuki alam baru akibat langkah-langkah positif yang
diambil pemerintah untuk mengatasinya. Defisit APBN yang dulunya merupakan
sumber utama kenaikan uang dalam peredaran dapat dialihkan menjadi surplus,
walaupun anggaran domestik dari APBN merupakan arus inflasioner yang besar
(Oppusunggu, HMT, 1985).
·
Sejak akhir tahun 1980-an, tingkat inflasi
rata-rata per tahun di Indonesia mulai tinggi lagi walaupun beelum pernah
mencapai sampaid I atas 10,0%. Selama periode 1993 – 1995 laju inflasi sebagai
berikut : 9,8% (1993), 9,2% (1994), 8,6% (1995). Angka ini tertinggi di antara
negara-negara ASEAN, misalnya Malaysia: 3,6% (1993), 3,7% (1994), 3,2% (1995).
Inflasi di
Malaysia, Singapura dan Thailand relatif rendah dan merupakan negara-negara di
ASEAN yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ini berarti bahwa
laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak harus dengan laju inflasi yang
tinggi pula, seperti halnya yang dialami Indonesia (Tulus, T.H. Tambunan, Dr.
1996).
·
Laju inflasi selama periode 1997 – 2002 sebagai
berikut : 11,1% (1997),, 77,6% (1998), 2,0% (1999). Laju inflasi selama tahun
1998/1999 mencapai 45,9%. Meningkatnya tekanan haarga terutama berasal dari
sisi penawaran sebagai akibat depresiasi rupiah yang sangat tajam pada tahun
1997/1998. tiga tahun terakhir laju inflasi : 9,3% (2000), 12,5% (2001) dan
turun 10,0% (2002). Kondisi moneter yang stabil menyeabkan tingkat inflasi IHK
selama tahun 2002 cenderung menurun hingga 10,03%.
(Laporan
Tahunan BI, 1997/1998, 1999 – 2002)
b.
Cara Menghitung Tingkat Inflasi
·
Sejak April 1979 angka inflasi dihitung oleh
Biro Pusat Statistik (BPS) berdasarkan perubahan Indek Harga Konsumen (umum)
gabungan 17 kota-kota besar di seluruh Indonesia. Sebelum itu inflasi dihitung
berdasarkan Indek Biaya Hidup (umum) kota Jakarta yang meliputi 62 jenis barang
dan jasa. Sedang Indeks Harga Konsumen IHK meliputi 115 – 150 jenis barang dan
jasa (Widodo, Hg. Suseno Triyanto, 1995).
·
Sejak April 1989 angka inflasi dihitung
berdasarkan perubahan IHK umum gabungan dari 27 kota-kota besar (sesuai jumlah
propensi) di seluruh Idnoensia. Jenis bararng dan jasa yang diliput dewasa ini
sekitar 400 item, terdiri dari : (1) bahan makanan, (2) makanan jadi, minuman
dan rokok, (3) sandang, (4) transportasi dan komunikasi, (5) pendidikan
rekreasi dan olah raga, (6) perumahan, (7) kesehatan.
c.
Penyebab Inflasi Secara Umum
(1)
Cost – Rust Inflation (CP)
CPI adalah
faktor penyebab inflasi dari sisi penawaran. Selain biaya produksi lainnya,
ongkos tenaga kerja juga sering menjadi salah satu penyebab utama CPI, misalnya
kenaikan UMR di semua propinsi.
(2)
Demand – Pull Inflation (DPL)
·
DPI adalah faktor penyebab inflasi dari sisi
permintaan. Menurut teori moneter ekses permintaan ini disebabkan terlalu
banyaknya uang beredar (M1) di masyarakat, sedangkan jumlah barang di pasar
sedikit. Peningkatan permintaan agregat domestik bisa disebabkan oleh berbagai
faktor, misalnya oleh monetger perbankan
dalam bentuk ekspansi kredit atau penurunan suku bunga pinjaman dan deposito.
·
Sebab lain terjadinya inflasi :
a)
Imported Inflation (depresiasi Rp…, harga barang LN)
b)
Administrasi Goods (naiknya harga BBM, tarif listrik)
c)
Output Gap (Perbedaan output potensial dan aktual)
d.
Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi
(1)
Meningkatnya Kegiatan Ekonomi
Meningkatnya
kegiatan ekonomi mendorong peningkatan permintaan agregat yang tidak diimbangi
dengan meningkatnya penawran agregat karena adanya kendala struktural
perekonmian. Indikatornya : masih rendahnya kapasitas terpakai sektor industri
pengolahan (39% - 51%) dan menurunnya produksi tanaman bahan makanan (sumbangan
pada PDB berkurang 1,1%) pada tahun 2001.
(2)
Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan
Kebijakan
pemerintah dalam tahun 2001 menaikkan harga barang dan jasa seperti BBM,
listrik, air miinum dan rokok serta menaikkan upah minimum tenaga kerja swasta
dan gaji pegawai negeri diperkirakan memberikan tambahan inflasi IHK sebesar
3,83%.
(3)
Melemahnya Nilai Tukar Rupiah
Pengaruh kuat
depresiasi nilai tukar rupiah diketahui dari hasik penelitian bank Indonesia,
antara lain :
·
Perilaku harga cenderung mudah meningkat karena
pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah
·
Perilaku harga cenderung sulit untuk turun
apabila nilai tukar rupiah menguat, seperti pada bulan Agustus menguat 4,0%,
bulan Juli menguat 21,0%, namun harga hanya turun (deflasi) sebesar 0,24%.
(4)
Tingginya ekspektasi inflasi masyarakat
Tingginya
inflasi IHK tidak lepas dari pengaruh ekspektasi inflasi oleh produsen dan
pedagang serta konsumen.
Tingginya
ekspektasi inflasi pada produsen dan pedagang sepanjang tahun 2001 terutama
dipengaruhi oleh tingginya inflasi tahun 2000 yang mencapai 9,35%. Sedangkan
ekspektasi para konsumen terutama dipengaruhi oleh ekspektasi kenaikan harga
barang-barang yang dikendalikan pemerintah dan ekspektasi nilai tukar rupiah.
(Laporan Bank Indonesia Tahun, 2001).
KEBIJAKAN/ TINDAKAN MENGENDALIKAN INFLASI
Bank Indonesia
telah menempuh berbagai upaya untuk mencapai sasaran inflasi :
1.
Menyerap kelebihan likuiditas
Untuk meredam
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap inflasi BI berupa menyerap kelebihan
likuiditas melalui instrumen operasi pasar terbuka.
2.
Melakukan Sterilisasi Valuta Asing
BI melakukan
kebijakan pembatasan transaksi rupiah oleh bukan penduduk.
3.
Mengurangi ekspektasi inflasi yang tinggi
BI menetapkan
sasaran inflasi yang rendah pada awal tahun.
B. PERKEMBANGAN UANG PRIMER DAN UANG BEREDAR
1.
Perenana Uang Dalam Perekonomian
·
Fungsi dasar uang adalah : (1) uang sebagai alat
tukar (medium of exchange); (2) uang sebagai alat penyimpan nilai atau tenaga
beli (Store of value). Sedangkan fungsi tambahannya meliputi : (3) uang sebagai
satuan hitung (unit of account) dan (4) uang sebagai pengukur nilai (measure of
value); (5) uang sebagai alat pengukur utang atau pembayaran di saat yang akan
datang (standard for deferred payment)
(Sri Mulyani
Indrawati, 1988)
·
Financial Deepening
Pembahasan
tentang masalah moneter dalam suatu negara sering kali harus dimulai dengan
pembahasan tentang financial deepening. Karena konsep ini akan membawa kita
kepada observasi yang lebih mendalam tentang besar kecilnya suatu sistem
keuangan dalam suatu negara.
Semakin tinggi
suatu perekonomian maka semakin besar perran sistem keuangan, karena semakin
banyak pula penggunaan uang dalam berbagai transaksi perekonomian. Dari tabel
di bawah ini dapat dilihat bahwa M1/PDB dan M2/PDB yang merupakan proksi dari
financial deepening mengalami peningkatan yang semakin besar sejak tahun 1995
(Sjahrir. 1995).
Financial Deepening dan Rasio M1/M2
Tahun |
PDB HK. ‘83
|
M1
|
M2
|
M1/PDB
|
M2/PDB
|
M1/M2
|
1985
1986
1987
1988
1989
1990
|
85.081,9
90.080,5
94.517,8
99.936,0
107.936,0
114.921,0
|
10.104
11.677
12.685
14.382
20.078
23.819
|
23.153
27.661
33.885
41.998
58.045
84.630
|
11,9
13,0
13,4
14,4
18,7
20,7
|
27,2
30,7
35,9
42,0
54,1
73,6
|
43,6
42,2
37,3
34,6
28,1
|
|
(HK ’83)
|
|
|
|
|
|
1995
1996
1997
1998
1999
|
368.792,3
413.797,9
433.246,0
376.051,6
376.902,5
|
52.677
64.089
78.343
100.489
124.633
|
222.638
288.632
355.643
570.525
646.205
|
14,3
15,3
18,1
26,7
30,1
|
60,4
69,7
82,1
151,7
171,4
|
23,6
22,2
22,0
17,6
19,3
|
Sumber : (1)
1985 – 1990 (Sjahrir, 1995)
(2) 1995 – 199 diolah dari Laporan Tahunan
BT
·
Beberapa catatan dari tabel di atas :
(1)
M1/PDB mengalami peningkatan yang semakin besar, yaitu
dari 11,9% (1985) menjadi 20,7% (1990) dan dari 14,3% (1995) menjadi 30,1%
(1999).
(2)
Demikian pula M2/PDB meningkat terus, yaitu dari 27,2%
(1995) menjadi 73,6% (1990) dan dari 60,4% 91995) menjadi 171,4% 91999). Hal
ini menunjukkan semakin pentingnya penggunaan broad money (M2) dalam
perekonomian
(3)
Setelah Pakto ’88 Financial Deepening meningkat begitu
besar (18,7% dan 20,7%). Dapa diduga hal inii berkaitan dengan terjadinya
ekspansi moneter. Demikian pula setelah krisis moneter (26,,7% an 30,1%).
Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dalam negeri menyebabkan
masyarakat lebih senang memegang uang kartal, atau giral
(4)
Ratio M1/M2 terlihat semakin menurun. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi penggunaan M1 ke M2. Artinya
penggunaan M2 semakin banyak, pertanda makin berfungsinya uang dalam arti luas
IM2) dari pada uang dalam arti sempit, yaitu uang kartal dan uang giral (M1).
2.
Uang Primer dan Yang Mempengaruhinya
a.
Komponen Uang Primer (MO)
Komponen uang
primer (MO) terdiri dari uang kartal (Uk) dan cadangan
( R ).
( R ).
MO = Uk + R
Uk = Uang kertas + logam yang ada di
masyarakat di tambah
Uang kertas + logam yagna da di perbankan
R = Giro perbankan yang ada di bank
Idnoensia
Ditambah
Giro Masyarakat/ swasta yang ada di bank
Indonesia
b.
Yang mempengaruhi uang primer (MO)
Uang
Primer 2000
|
1999
|
2000
|
Perubaah tambahan
|
|||
Rincian
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
||
|
Triliunan rupiah
|
|||||
Uang primer
Uang kertas + logam
-
di masyarakat
-
di perbankan
Giro Bank pada BI
Giro Sektor Sasta
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi uang. Primer
Cadangan devisa bersih (NIR)
Aktiva Domestik bersih (NDA)
- Tagihan bersih pada
pemerintah
- Bantuan likuiditas
- Kredit likuiditas
- Tagihan lainnya
- Operasi pasar terbuka
- Lainnya bersih (NOT)
|
101,8
72,6
58,4
14,2
28,1
1,1
101,8
114,5
-12,7
149,6
37,2
23,7
1,1
-86,9
-137,4
|
88,9
59,8
51,2
8,6
27,1
1,4
88,9
129,6
-40,6
165,3
37,3
18,6
1,1
-107,4
-155,2
|
94,6
64,4
55,9
8,5
28,4
1,8
94,1
113,6
-19,1
159,3
37,3
17,7
1,3
-98,5
-133,2
|
97,1
65,6
58,9
8,7
29,,7
1,9
97,1
116,8
-19,7
148,7
37,3
16,7
1,4
-86,8
-137,0
|
125,6
89,7
72,4
17,3
33,9
2,0
125,6
124,5
1,1
133,7
37,3
15,9
1,5
-78,9
-108,4
|
23,8
17,1
14,0
3,1
5,8
0,9
23,8
10,0
-11,6
-15,6
0,1
-7,8
0,4
-8,0
-29,0
|
Sumber :
Laporan Bank Indonesia Tahun 2000
·
Dilihat dari sumbernya / komponennya maka
kenaikan uang primer dari Rp 1001,8 triliun (1999) menjadi Rp 125,6 triliun
(2000) atau naik Rp 23,8 triliun disebabkan karena meningkatnya uang kartal
sebesar Rp 17,1 triliun dan Giro Bank + Giro Swasta pada BI sebesar Rp 6,7
triliun. Meningkatnya uang kartal karena meningkatnya aktivitas ekonomi,
rendahnya suku bunga deposito riil dan karena motif untuk berjaga-jaga.
·
Dilihat dari faktor yang mempengaruhinya, maka
terlihat:
-
Karena meningkatnya cadangan devisa bersih (net
international reserves atau NIRO sebesar Rp 1,4 miliar sehingga akhir tahun
2000 menjadi $1,8 miliar atau setara Rp 124,5 triliun. Sepanjang tahun posisi
NIR selalu berada di atas batas bawah (floor).
-
Karena posisi aktiva domestik bersih (net domestik
assets atau NDA) cenderung selalu bearda di bawah batas atas (celling). Ini
terlihat bahwa posisi NDA pada akhir tahun 2000 berada pada posisi RP 1,1 triliun
(positif) yang pernah terjadi sebelumnya.
3.
Uang Beredar dan Faktor yang Mempengaruhi
a.
Komponen Uang Beredar (M2)
-
Komponen uang beredar (M2) terdiri dari uang kartal
(Uk) + uang giral (Ug) + uang kuasi (Uq)
M2 = M1 + Uq
---- M1 = Uk + Uq
M2 = Uk + Ug +
Uq
Ug = Giro masyarakat yang ada di perbankan
Uq = Deposito
dan tabungan dalam rupiah di perbankan ditambah
Simpanan dalam valuta asing
-
Dilihat dari tugas Bank Indonesia, maka :
M1 = merupakan sasaran antara
MO = merupakan
sasaran operasional
BI
mempengaruhi MO melalui :
- Penetapan
besarnya RR
-
Berlangsungnya OPT
b.
Yang Mempengaruhi Uang Beredar (M2)
Rincian
|
1997
|
1999
|
2000
|
2000
|
|
Perubahan (triliun Rp)
|
Posisi
|
||
M1
Uang Kartal
Uang Giral
Uang Kuasi
Deposito dan tabungan Rp
Tabungan dalam Valas
M2
Faktor yang mempengaruhi M2
Aktiva luar negeri bersih
Tagihan pada pemerintah bersih
Tagihan bersih pada BPPN
Tagihan pada sektor usaha
Lainnya (bersih)
|
14,3
5,9
8,3
52,8
11,3
41,4
67,0
17,3
-16,5
0,0
137,1
-70,9
|
23,4
17,0
6,5
45,4
49,9
-4,5
68,8
-12,6
425,3
-29,7
-299,7
-14,5
|
37,6
14,0
23,5
63,3
36,1
27,2
100,8
81,6
123,1
0,0
42,3
-146,2
|
162,2
72,4
89,8
584,8
444,7
140,2
747,0
210,7
520,3
0,0
294,9
-278,9
|
Sumber :
Laporan Bank Indonesia Tahun 2000
·
Berdasarkan Sumber / Komponennya, maka uang
beredar (M2) mengalami kenaikan 15,6%
(Rp 100,8 triliun) menjadi Rp 747,0 triliun karena :
-
M1 mengalami kenaikan sebesar 20,1% (Rp 37,6 triliun)
sehingga mencapai posisi Rp 162,2 triliun (akhir 2000)
-
Uang kuasi (Uq) mengalami peningkatan sebesar Rp 12,1% (Rp 63,3
triliun) sehingga pada akhir 2000 mencapai Rp 584,8 triliun.
-
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya maka
peningkatan M2 tahun 2000 disebabkan karena meningkatnya tagihan bersih pada pemerintah
Rp 123,1 triliun, tagihan pada sektor swasta Rp 42,3 triliun dan aktiva luar
negeri bersih sebesar Rp 81,6 triliun akibat kenaikan penerimaan minyak.
-
Berbeda dengan keadaan sebelum krisis (1997), kenaikan
M2 terutama disebabkan adanya kenaikan tagihan sektor swasta Rp 137,1 triliun
dan kenaikan aktiva luar negeri bersih Rp 17,3 triliun. Sedangkan tagihan pada
pemerintah merupakan faktor pengurang (mengurangi) sebesar
Rp 16,5 triliun.
Rp 16,5 triliun.
C.
PERAN SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA
- PERKEMBANGAN PERBANKAN DI INDONESIA
1.
Perbankan Sebelum dan Sesudah Pakto 1988
Struktur pasar
yang dihadapi perbankan sesudah Pakto 1988
lebih kompetitif dibandingkan sebelum Pakto 1988. persaingan tidak hanya
muncul di antara bank-bank swasta nasional, tetapi juga bank pemerintah dan
bank asing, bank ampuran. Sebelum Pakto 1988, bank pemerintahan menikmati
privilege dana BUMN, kredit likuiditas Bank Indonesia dan akses yang lebih
besar terhadap dana luar negeri.
Persaingan yang
dihadapi oleh bank juga semakin ketat sehubungan dengan berkembangnya sumber
dana alternatif seperti pasar modal dan jenis-jenis lain seperti lembaga
keuangan modal ventura.
(Sjahrir,
1995).
2.
Perbankan Sesudah Krisis Ekonomi 1997
v
Aspek Kelembagaan
·
Sebagai dampak dari restrukturisasi perbankan,
jumlah bank umum beserta jaringan kantornya mengalami penurunan. Pada akhir
tahun 1999, jumlah bank yang beroperasi adalah 164 bank, menurun cukup drastis
dari 208 bank tahun sebelumnya. Penurunan ini berasal dari pembekuan 38 BUSN
dan penutupan 2 bank umum eks bank campuran. Selain itu dilakukan penggabungan
usaha (merger) 4 bank persero, 2 BUSN dan 2 bank umum eks bank campuran serta
pendirian 2 bank Persero.
·
Dengan adanya merger 4 bank persero menjadi PT.
Bank Mandiri, jumlah kantor bank (kelompok bank persero) juga mengalami dari
1.875 menjadi 1.853 kantor (1999). Sementara itu jumlah BPR meningkat dari
7.607 menjadi 7.772 BPR (1999) dan diantaranya 79 BPR beroperasi dengan prinsip
syariah.
(Laporan bank
Indonesia Tahun 1999)
v
Kegiatan Usaha Bank
(a)
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
·
Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun
perbankan meningkat 8,6% dari RP 625,3 triliun menjadi Rp 678,9 triliun (1999).
Deposito masih dominan, meskipun pertumbuhannya negatif. Sementara pangsa giro
dan tabungan semakin meningkat.
(b)
Kredit Perbankan
·
Kredit perbankan menurun sebesar 49,2% yaitu
dari Rp 545,,4 triliun menjadi Rp 277,3 triliun (1999). Besarnya penurunan
kredit pada kelompok BUSN devisa, karena adanya penutupan sejumlah BUSN devisa.
Sementara penurunan pada kelompok bank persero, terkait dengan dialihkannya
kredit macet ke Amu/ BPPN.
- KEBIJAKAN PERBANKAN SESUDAH KRISISI EKONOMI 1997
Strategi
restrukturisasi perbankan di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua bagian besar:
program penyehatan perbankan dan pemantapan ketahanan sistem perbankan.
1.
Program Penyehatan Perbankan
Program ini
adalah kebijakan yang ditujukan untuk mengatasi berbagai permaslaahan yang
dihadapi perbankan karena krisis (restorasi perbankan), yang terdiri dari:
program penjaminan pemerintah, program rekapitalisasi perbankan dan program
restrukturisasi kredit.
(a)
Program Penjaminan Pemerintah
·
Pemerintah menyempurnakan persyaratan
administrasi pengajuan klaim. Selain itu obyek yang dijamin dibatasi.
·
Bulan Mei 1999 pemerintah menerbitkan obligasi
senilai Rp 53,8 triliun untuk memenuhi kewajiban bank-bank yang dibekukan pada
tahun 1998 dan 1999.
(b)
Program Rekapitalisasi
·
Tujuan program ini agar bank-bank memiliki
kecukupan modal untuk operasi sebagai bank yang sehat. Untuk sementara
pemerintah melakukan penyertaan modal melalui
penerbitan obligasi senilai Rp 281,8 triliun.
·
Kebijakan Rekapitalisasi yang ditempuh :
(1)
Merekap, seluruh bank pesero dengan dana pemerintah
(2)
Merekap, seluruh BPD yang CAR-nya kurang dari 8% dengan
dana pemerintah.
(3)
Merekap, bank umum eks bank campuran yang CAR-nya
kurang dari 4% dengan dana pemilik (partner asing)
(4)
Merekap, BUSN yang CAR-nya antara –25% sampai 4% dengan
bantuan dana pemerintah apabila memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
(c)
Program Restrukturisassi Kredit
·
Desember 1998 BI membentuk Satuan Tugas (Satgas)
yang aktif ikut serta dalam pertemuan antara bank kreditor dengan perusahaan
debitor.
·
Instansi lain yang ikut menyelesaikan: BPN untuk
kredit bermasalah bank-bank di bawah pengawasannya dan Kantor Menteri Negara
Penanaman Modal & Pemberdayaan BUMN untuk kredit bermasalah bank persero.
2.
Pemantapan Ketahanan Sistem Perbankan
Program ini
untuk membantun kembali sistem perbankan yang sehat dan kuat untuk mencegah
terjadinya krisis dimasa yang akan datang.
(a)
Perbaikan Infrastruktur Perbankan
·
Langkah perbaikan infrastruktur perbankan
diwujudkan dalam bentuk upaya pengembangan BPR, pengembangan bank syariah dan
rencana pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
·
Pengembangan BPR: kebijakan pengembangan BPR di
lakukan dengan menyehatkan BPR, membantu pendanaan BPR serta meningkatkan
perarn BPR. Untuk membantu pendanaan BPR, BI hingga tanggal 16-11-1999 masih
menyediakan bantuan likuiditas bagi penyaluran kredit modal kerja (KMK), Kredit
Kepada Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM) dan memperluas jaringan cakupan Proyek
Kredit Mikro (PKM).
·
Pengembangan Bank Syariah : kebijakan
pengembangan bank syariah diarahkan kepada upaya untuk mempersiapkan perangkat
peraturan upaya untuk penunang yang mendukung operasional bank syariah.
Strateginya mengacu kepada 4 langkah :
1)
Penyusunan perangkat peraturan tentang perbankan
syariah
2)
Pengembangan jaringan bank syariah
3)
Pengembangan piranti moneter dalam rangka mendukung
kebijakan moneter dan pengembangan bank syariah.
4)
Pelaksanaan kegiatan sosialisasi perbankan syariah
Dengan
perkembangan tersebut pada akhir tahun 1999 terdapat : 2 Bank Umum Syariah, 1
Kantor Cabang Bank Syariah dan 79 BPRSyariah.
·
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS)
-
Setiap bank diwajibkan untuk menjamin dana masyarakat
yang disimpan pada bank yang bersangkutan. (pasal 37 B UU No.10/1998).
-
Bulan Juli 1999 telah dibentuk tim persiapan pendirian
LPS dan saat ini pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Jerman
sedang melakukan penelitian mengenai pendirian LPS BPR.
(b)
Penyempurnaan Ketentuan dan Pemantapan Pengawasan
·
Tahun 1999 Indonesia terus menempuh berbagai
kebijakan untuk menyempurnakan ketentuan perbankan dan memantapkan pengawasan
bank, antara lain ketentuan :
1)
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPPMM)
2)
Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
3)
Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
4)
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
5)
Posisi Deivsa Neto (PDN)
·
Pendekatan dalam pengawasan bank lebih
ditekankan pada penegakann peraturan dan penyempurnaan metode pengawasan dengan
menitikberatkan pada identifikasi risiko yang dihadapi. Disamping itu dilakukan
juga perbaikan tata kerja dan peningkatann kompetensi dan integritas pengawas
bank.
D.
INSTRUMEN DAN ANALISIS KEBIJAKAN MONETER
- Instrumen Bersifat Kuantitatif
Tujuannya agar
bank-bank umum membatasi diri dalam pemberian kredit dan dapat menekan jumlah
uang yang beredar, antara lain dengan :
1.
Operasi Pasar Terbuka
(OPT) atau open market operation
- Bank Sentral (Bank Indonesia) menjual atau membeli surat berharga dan menentukan suku bunga bank atau diskonto.
- Sejak 1-2-1984 Bank Indonesia memberikan SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan setahun kemudian menyusul SBPU (Surat Berharga Pasar Uang)
- Dengan menjual SBI karena bank-bank umum – likuiditas bank berkurang, pemberian kredit berkurang – maka jumlah uang beredar berkurang. Sebaliknya dengan membei kembali SBPU (bank umum menjual SBPU) – likuiditas bank bertambah, kredit bank bertambah – jumlah uang beredar bertambah.
2.
Penentuan Cadangan Wajib Minimum
- Sejak Paket 27 Oktober 1988, cadangan wajib minimum diturunkan dari 15% menjadi 2% dan sejak Desember 1995 cadangan wajib minimum dinaikkan lagi menjadi 3% dari DPK (Dana Pihak Ketiga) yang harus ditempatkan pada bank Indonesia sebagai Giro Wajib Minimum (GWM).
3.
Penentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
- Untuk memenuhi standar BIS (bank or International Setlement), maka dalam Pakri 1991 ditetapkan bahwa bank-bank di Indonesia diwajibkan memenuhi CAR atau KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) sebesar 8% nilai total assetnya dengan pelaksanaan secara bertahap :
-
Sampai akhir Maret 1992 sebesar 5%
-
Sampai akhir Maret 1993 sebesar 7%
-
Sampai akhir Maret 1994 sebesar 8%
- Sejak September 1995 KPMM diubah menjadi 12% (dolaksanakan bertahap selama 6 (enam) tahun. Jadi pada September 2001 semua ank harus memenuhi KPMM sebesar 12%.
- Tingkat kesehatan bank berdasarkan KPMM dapat dinyatakan :
0% -------
5,10% ------ 6,60% ------- 8,10% -------- 10%
(TS) (KS) (CS)
(S)
Keterangan :
TS = tidak sehat
CS = cukup sehat
KS = kurang sehat
S = Sehat
- Instrumen Bersifat Kualitatif
Tujuannya agar
bank-bank umum lebih selektif dalam memberikan kredit dan dilakukan antara lain
dengan :
1)
Pengawasan kredit selektif
·
Kebijakan ini biasanya diberlakukan untuk sektor
dan tujuan tertentu, seperti kredit ekspor, kredit pemilikan rumah, kredit
usaha kecil, kredit untuk pengadaan pangan dan lain-lain.
·
Tujuan utama untuk mengawasi apakah kredit yang
diberikan bank sesuai dengan keinginan pemerintah.
2)
Bujukan Moral
Pimpinan bank
Indonesia mengadakan pertemuan-pertemuan dengan pimpinan bank-bank umum. Dalam
kesempatan itu Bank Indonesia dapat menjelaskan kebijakan yang sedang atau akan
dijalankann dan dapat memberikan saran-saran atau himbauan kepada bank-bank
umum seperti untuk melakukan merger, penurunan suku bunga dan sebagainya.
(Insukindro,
1995).
3)
Kebijakan : Sasaran Tunggal Laju Inflasi
·
Pemilihan inflasi sebagai sasaran akhir
kebijakan moneter dilakukan dengan beberapa pertimbangan :
(1)
Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dalam jangka
panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan tidak
dapat mempengaruhi variabel-variabel riil, seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat
pengangguran.
(2)
Pencapaian inflasi yang rendah merupakan prasarat bagi
tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, karena perekonomian tidak
dipacu untuk tumbuh melebihi kapasitasnya.
(3)
Dengan menetapkan inflasi sebagai sasaran tunggal,
sasaran tersebut akan dapat menjadi jangkar nominal dalam merumuskan kebijakan
moneter.
·
Dengan demikian otoritas moneter tidak dibebani
tanggung jawab atas pengendalian harga yang disebabkan oleh gejolak sesaat
disisi penawaran (noise) seperti tekanan inflasimusiman, pengaruh penyesuaian
harga sekali waktu oleh pemerintah maupun sektor swasta.
(Laporan Tahunan
Bank Indonesia, 1999).
E.
PERANAN PASAR MODAL DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
- Perkembangan Pasar Modal
1.
Membaiknya ekspektasi peserta pasar atas prospek
perekonomian domestik, menurunnya suku bunga perbankan, memberikan dampak
positif terhadap perkembangan pasar modal dalam tahun 1999. angka IHSG di BEJ
meningkat ari 399 pada akhir tahun 1988, menjadi 679,9 pada akhir tahun 1999.
2.
Jumlah (volume) saham yang diperdagangkan di BEJ selama
tahun 1999 mencapai 178,7 miliar lembar, senilai Rp 147,,8 triliun dibandingkan
tahun 1998 sebanyak 91,7 miliar lembar (naik 94,9%).
3.
Nilai kapitalisasi pasar pada BEJ juga mingkat dari Rp
175,7 triliun (1998) menjadi Rp 451,,8 triliun (1999).
Peningkatan
aktivitas perdagangan juga terlihat dipasar obligasi. Pada saat kondisi perbankan
bellum sepenuihnya pulih, pasar obligasi menjadi alternatif sumber pendanaann
yang menarik. Setelah sejak tahun 1997 tidak ada peningkatan perusahaan atau
emiten yang menggunakan obligasi sebagai sumber pembiayaan, selama tahun 1999
terdapat penambahan 6 emiten di pasar oboligasi. Nilai emisi obligasi meningkat
dari Rp18,9 triliun (1998) menjadi Rp 23,2 triliun. (Laporan Tahunan Bank
Indonesia, 1999).
- Pasar Modal Sebagai Sumber Pembiayaan
1.
Pasar modal merupakan alternatif sebagai sumber
pembiayaan, disamping kredit bank. Bila kita bandingkan, baik kredit maupun
saham, masing-masing memiliki kebaikan dan kekurangan.
2.
Total pembiayaan (kredit + pasar modal) berturut-turut
sebagai berikut : Rp 543,5 triliun (1997), Rp 640,2 triliun, (1998), Rp 506,5
triliun (1999), dimana Kredit berturut-turut 83,2% (1997), 85,2% (1998) dan
54,7% (1999), porsi pasar modal rata-rata 25,6%.
DAFTAR BACAAN
1.
Sjahrir, Dr. Personalia Ekonomi Indonesia,
Moneter, Perkreditan dan Neraca Pembayaran Indonesia, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1995.
2.
Opposunggu. H.M.T. Kebijaksanaan Devaluasi di
Indonesia, Sebuah Aplikasi Ekonomi Moneter, Penerbit: Erlangga, Jakarta,
1985.
3.
Triyono Widodo, Suseno Hg., Indikator Ekonomi,
Dasar-dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia, Penerbit Kanisius, Jakarta,
1995.
4.
Indrawati, Sri Mulyani, Teori Moneter, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1988.
5.
Insukindro, Dr., Ekonomi Uang dan bank, Teori
dan Pengalaman di Indonesia, diterbitkan oleh BPFE, Yogyakarta, 1995.
6.
Bank Indonesia, Laporan bank Indonesia, Tahun
1998 – 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar