V.
PEREKONOMIAN
INDONESIA DALAM ERA GLOBALISASI
SATUAN ACARA
PERKULIAHAN
a.
Tujuan Umum
Agar mahasiswa
dapat memahami proses globalisasi ekonomi dan pengaruhnya terhadap perekonomian
Indonesia.
b.
Tujuan Khusus
Agar mahasiswa
dapat menjelaskan :
1.
Prinsip-Prinsip Perdagangan Internasional
2.
Kerjasama Ekonomi Regional – Internasional
3.
Analisis Kebijakan Perdagangan Internasional
4.
Kerjasama Ekonomi Internasional
c.
Materi Pembahasan
A.
Prinsip-prinsip Perdagangan Internasional
a)
Teori Perdagangan Klasik
1)
Teori Keunggulan Mutlak (Absolut Advantage)
2)
Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage)
3)
Teori Proporsi Faktor Produksi (Factor Endowment)
b)
Teori Perdagangan Modern
1)
Teori Keunggulan Kompetitif (Competitive Advantage)
2)
Pendekatan Alternatif dalam Teori Perdagangan
B.
Kerjasama Ekonomi Regional – Internasional
a)
Globalisasi Perekonomian Dewasa Ini
1)
Gejala globalisasi
2)
Faktor penyebab globalisasi
3)
Kecenderungan dan dampak globalisasi
b)
Perundingan GATT dan WTO
1)
General Agreement on Trade and Tariff (GATT)
2)
World Trade Organization (WTO)
3)
Dampak Liberalisasi Perdagangan Produk Pertanian
c)
Pembentukan Blok Perdagangan Regional
1)
Masyarakat ekonomi Eropa dan Pasar Tunggal Eropa
2)
Kawasan bebas perdagangan Amerika Utara
3)
Kawasan bebas perdagangan ASEAN
4)
Dampak EEC, NAFTA dan AFTA
5)
Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
C.
Analisa
Kebijakan Kerjasama Ekonomi Internasional
a.
Analisa Keibjakan Perdagangan
1.
Peluang Dunia Usaha Dalam Era Globalisasi
2.
Kebijakan Bisnis Yang Dilakukan
3.
Kebijakan Ekonomi dalam Era Globalisasi
b.
Kerjasama Ekonomi Internasional
1.
Kerjasama internasional tahun 2000
2.
Kerjasama internasional tahun 2001
3.
Kerjasama internasional tahun 2002
MATERI PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
·
Globalisasi ekonomi adalah berlangsungnya gerak
arus barang, jasa dan uang di dunia secara dinamis, sesuai dengan prinsip
ekonomi, dimana berbagai hambatan terhadap arus tersebut menjadi semakin
berkurang. Hambatan berupa proteksionisme perdagangan, larangan invstasi, dan
regulasi devisa serta moneter yang mengekang arus jasa dan kapital
internasional semakin lama menjadi semakin berkurang bila globalisasi
berlangsung. (Sjahrir, 1995).
·
Perkembangan ekonomi dunia yang begitu pesat
telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam
persaingan yang menambah semakin rumitnya strategi pembangunan yang
mengandalkan ekspor. Di satu pihak hal itu merupakan tantangan dan kendala yang
membatasi. Di pihak lain hal tersebut merupakan peluang baru yang dapat
dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional.
A.
PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN INTERNASIONAL
·
Terdapat sejumlah konsep atau teori yang
menjelaskan faktor-faktor apa yang mendorong terjadinya perdagangan antar
negara, mengapa perdagangan antar negara bisa menguntungkan kedua belah pihak
dann dalam produk-produk apa sebaiknya tiap negara berspesialisasi.
·
Dari teori-teori tersebut orang bisa mengambil
prinsip-prinsip yang bisa menjadi pedoman dalam melaksanakan perdagangan
internasional.
a)
Teori Perdagangan Klasik
1)
Teori Keunggulan Multak (Absolute Advantage)
-
Dasar pemikiran teori Adam Smith ini adalah bahwa suatu
negara akan melaksanakan spesialisasi dana negara tersebut memiliki keunggulan
absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor tehadap jenis barang lain di
mana negara tersebut tidak memiliki keunggulann
absolut terhadap negara lain yang memproduksi barang sejenis. (Tulus
Tambunan, 2001)
-
Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor (impor)
suatu jenis barang jika negara tersebut dapat (tidak dapat) membuatnya lebih
efisien atau murah di bandingkan negara lain. Jadi teori ini menekankan bahwa
efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, dalam proses produksi
sangat menentukan keunggulan atau daya saing. Tingkat keunggulan diukur
berdasarkan nilai tenaga kerja yang sifatnya homogen.
2)
Teori Keunggulan Komparatif (comparative advantage)
-
Sering dijumpai bahwa suatu negara yang efisien dalam
memproduksikan suatu barang, juga efisien dalam memproduksikan barang-barang
lain. Ini disebabkan, misalnya oleh penggunaan teknologi dan mesin-mesin yang
lebih efisien atau tenaga kerja yang trampil. Negara tersebut mempunyai
keunggulan mutlak dalam produksi semua barang.
-
Dalam hal ini, menurut David Ricardo, yang berlaku
adalah teori keunggulan komparatif. Suatu negara hanya akan mengekspor barang
yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi dan mengimpor barang yang mempunyai
keunggulan komparatif rendah. (Boedino, 1994).
-
Misalnya biaya produksi dihitung dengan hari kerja di
Persia dan di Indonesia sebagai berikut :
Persia Indonesia
Permadani (1
lbr) 2/
hr 4/hr
Rempah-rempah
(1 kg) 2/ hr 4/hr
Persia
mempunyai keunggulan komparatif dalam produksi permadani (P) dan Indonesia
mempunyai keunggulan komparatif dalam produksi rempah-rempah ( R ) karena :
(a)
Di Persia ; 1 kg R = 12 lbr P (1 lbr P = 2/3 kg R)
(b)
Di Indonesia : 1 kg = R = 1 lbr P (1 lbr P = 1 kg R)
3)
Teori Proporsi Faktor Produksi
-
Dasar pemikian teori faktor-faktor proporsi dari
Hecksher dan Ohlin (disingkat Teori H-O) bahwa perdagangan antara dua negara
terjadi karena adanya perbedand alam opportunity cost antara dua negara
tersebut terjadi karena adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang
dimilikinya. Misalnya, Indonesia tanah lebih luas dan bahan-bahan baku serta
tenaga kerja (unskilled) lebih banyak dari pada Singapura. Sedangkan di
Singapura memiliki tenaga kerja (skilled) lebih banyak.
-
Jadi teori H-O menyatakan bahwa suatu negara akan atau
sebaiknya mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang
relatif banyak (harga relatif faktor produksi tersebut murah), sehingga
barang-barang tersebut harganya murah. Indonesia sebaiknya mengekspor
barang-barang yang padat karya atau padat bahan baku yang melimpah, seperti
minyak dan komoditi pertanian (tulus Tambunan, 1996).
b)
Teori Perdagangan Modern
1)
Teori Keunggulan Kompetitif (competitive advantage)
-
The Competitive Advantage of Nations, 1990 yang
dikemukakan oleh Michael E. Porter adalah tentang tidak adanya korelasi langsung antara dua faktor produksi
(sumber daya alam yang tinggi dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki
suatu negara untuk dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam
perdagangan.
-
Porter mengungkapkan bahwa ada empat atribut utama yang
menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu negara dapat mencapai sukses
internasional :
(1)
Kondisi faktor produksi
(2)
Kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri
(3)
Eksistensi industri pendukung, serta
(4)
Kondisi persaingan dan struktur perusahaan dalam negeri
Selain itu,
pemerintah juga berperan sentral dalam pembentukan keunggulan kompetitif.
Kebijakan seperti anti trust, regulasi, deregulasi atau pembeli juga sangat
mempengaruhi persaingan ini (Hendra Halwani, 1993).
-
Ujian utama bagi teori Porter adalah pasar tunggal
Eropa, MEE dan NAFTA telah merangsang perusahaan Eropa untuk melakukan merjer
dan membentuk aliansi. Perkembangan itu jelas bertentangan dengan teori Porter.
Merjer dan aliansi akan mengurangi persaingann dan menciptakan perusahaan
raksasa yang secara politik sanat kuat.
2)
Pendekatan Alternatif Dalam Teori Perdagangan
-
Apa yang telah diuraikan di atas adalah teori atau
pandangan mengenai perdagangan internasional dari para ekonom yang disebut
“main – stream economics” yang bersumber dari pandangan kaum Klasikd an
Nekolasik, yang tidak lain adalah ilmu ekonomi “liberal” (liberal economics)
-
Bagaimanakah pendapat sudut pandangan yang lain? Ada
yang menyebut “ilmu ekonomi institusional” (institutional
economics), ada yang menyebut “ilmu ekonomi sejarah” (historical economics), ada yang menyebut “ilmu ekonomi politik” (political economics). Secara umum sudut
pandangan ini menekankan aspek-aspek yang “terlupakan” dalam analisis
“main-stream economics”, yaitu mengenai aspek kelembagaan, perbedaan dalam
kekuatan ekonomi dari pelaku ekonomi, aspek yang bersifat ekonomis-politis dan
melihat kesemuanya sebagai proses sejarah.
-
Dalam kenyataan, menurut pandangan ini, selalu terdapat
perbedaan “kekuatan ekonomi” pihak-pihak yang melakukan perdagangan (hubungan
ekonomi), ada unsur “kekuasaan monopoli” (monopolistic
power), yang bisa meerusak harmoni dan keseimbangan seperti yang
digambarkan teori Neoklasik, yang menimbulkan ketidakmerataan dalam pembanguan
manfaat perdagangan bisa beraneka ragam (Boediono, 1994).
B. KERJASAMA EKONOMI REGIONAL – INTERNASIONAL
a.
Globalisasi – Ekonomi Dewasa Ini
1.
Gejala-gejala Globalisasi
(1)
Globalisasi terjadi dalam kegiatan finansial, produksi
investasi dan perdagangan.
(2)
Proses globalisasi meningkatkan kadar ketegantungan
antar negara, menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia
(3)
Gejala yang menonjol adalah terpisahnya kegiatan
ekonomi primer dengan ekonomi industri sehingga kaitan poduksi ke belakang
industri pengolahan makin melemah. Dampaknya adalah merosotnya harga komoditi
primer yang disebabkan permintaan yang lesu.
2.
Faktor Penyebab Globalisasi
-
Makin menipisnya batas investasi dan pasar secara
nasional, regional maupun internasional disebabkan karena adanya:
(1)
Komunikasi dan transportasi yang makin canggih
(2)
Lalu lintas devisa yang semakin bebas
(3)
Ekonomi negara yang semakin terbuka
(4)
Penggunaan keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif di tiap negara semakin digalakkan
(5)
Metode produksi dan perakitan dengan organisasi
manajemen yang semakin efisien
(6)
Pesatnya perkembangan perusahaan multinasional (TNC) di
seluruh dunia. (H. H. Prijono Tjiptoharijanto, 1993).
3.
Kecenderungan Dalam Globalisasi
-
Peter F. Drucker dalam bukunya The New Reallities
menyebut ekonomi dunia sebagai fenomena yang berubah, dari “internasional”
menjadi “transnasional” (Sjahrir, 1995).
(1)
Dengan demikian, negara (nation state) merupakan
partially dependent variables bersama variabel lainnya: ekonomi regional (EEC),
perusahaan transnasional dan ekonomi otonom dari arus uang, kredit dan
investasi.
(2)
Globalisasi ekonomi menjadi pertarungan pengembangan
market share dari setiap unit usahapada skala dunia.
-
Menurut John Naisbit dan Alvin Toffer ada kecenderungan
(H.H. Prijono Tjiptoharijanto, 1993) :
(1)
Masyarakat dunia dewasa ini sedang berubah dari era
masyarakat industri memasuki ke era masyarakat informasi. Masyarakat tidak bisa
menutup diri karna teknologi informasi mampu menembus batas-batas wilayah
kekuasaan negara.
(2)
Hubungan saling ketergantungan menyebabkan sistem
ekonomi nasional cenderung menjadi bagian sistem ekonomi global. Aktivitas
ekonomi berlangsung dalam arus gerak barang, jasa dan uang di dunia secara
dinamis sesuai dengan prinsip ekonomi.
(3)
Ketergantungan ekonomi yang sedang tumbuh berubah dari
formasi hubungan antar negara menjadi inter-region (antar blok). Kekuatan
blok-blok ekonomi itu akhirnya akan menjadi ukuran bargaining power tiap negara
dalam perdagangan internasional.
Dampak
globalisasi ekonomi
-
Makin terpisahnya kegiatan ekonomi primer dengan
ekonomi industri mengakibatkan :
(1)
Penggunaan material dalam industri makin sedikit
(2)
Kaitan produksi ke belakang produksi pengolahan makin
melemah
(3)
Harga komoditi primer merosot karena menurunnya
permintaan
(4)
Akibat robotisasi dalam industri, maka kesempatan kerja
berkurang, pengangguran meningkat.
(5)
Kaitan antar ekonomi moneter-perbankan dengan ekonomi
riil (sektor industri dan perdagangan) menjadi melemah
(6)
Hubungan antar negara berubah menjadi hubungan antar
blok ekonomi/ pakta perdagangan (inter-region)
(7)
Bargaining power tiap negara ditentukan oleh kekuatan
pasar blok ekonominya.
(8)
Perubahan lingkungan hidup mewarnai berbagai kebijakan
ekonomi dunia, seperti : isu “pembangunan berkesinambungan”, masalah “limbah
industri”, “nuklir”, “global warning” dan munculnya persaingan antar “blok
ekonomi”
b.
Perundingan GATT dan WTO
- General Agreement on Trade and Tariffs (GATT)
(Persetujuan
mengenai perdagangan dan tariff)
(1)
Latar belakang Berdirinya GATT
-
GATT adalah perjanjian internasional, multilateral yang
mengatur perdagangan internasional sesudah Perang Dunia II, yang didirikan pada
tahun 1948.
-
Setelah Perang DUnia II setiap Negara cenderung
membatasi perdagangan import dan/ atau ekspor dengan alasan: proteksi untuk
produsen, konsumen, masyarakat, neraca pembayaran, pertahanan dan kemanan.
Alasan Negara
sedang berkembang untuk melindungi industrinya yang masih lemah (infant
industry)
(2)
Tujuan dan Azas GATT
(a)
Tujuan GATT
1)
terjadinya perdagangan dunia yang bebas tanpa
diskriminasi.
2)
Memupuk disiplin diantara anggotanya supaya tidak
mengambil langkah yang merugikan anggota lainnya.
3)
Mencegah tejadinya perang dagang yang merugikan semua
pihak.
Jika suatu
Negara anggota akan melakukan protksi, dianjurkan menggunakan trif (bea masuk)
yang transparan, bukan non tariff seperti kuota, larangan impor, subsidi dan
standar mutu.
(b)
Azas Dalam GATT
1) Perdagangan
bebas,
2) proteksi
dengan tariff non diskriminasi,
3) transparansi
kebijakan perdagangan.
(Hendra
Halwani, 1993).
(3)
Perundingan Dalam Kerangka GATT
Negara Negara
yang menandatangani GATT telah beberapa kali mengadakan pertemuan untuk
mengolah tindakan-tindakan lebih lanjut menuju perdagangan bebas.
Dimasa lalu
misalnya, dua perundingan berlangsung dalam waktu cukup lama:
a)
Perundingan Kennedy Round, berlangsung dari tahun 1962
– 1967 dan menghasilkan penurunan-penurunan yang cukup besar dalam tariff dari
semua Negara non sosialis yang utama.
b)
Perundingan Tokyo Round berlangsung dari September 1973
– April 1979, dan menghasilkan baik penurunan tariff mauun langkah-langkah yang
berarti kea rah penurunan hambatan-hambatan bukan tariff.
Di dalam semua
perundingan internasional mengenai hamnbatan perdagangan terdapat
pedoman-pedoman yang terperinci tentang apa yang dimaksud sebagai keseimbangan
yang adil dalam konsesi-konsesi oleh semua Negara yang terlibat (Kindleberger,
1983).
c)
Pasca Perundingan Putaran Uruguay di Marakkesh
Maroko, 1994,
ditandatangani 125 anggota GATT, telah menimbulkan sikap optimis dan pesimis
dilingkungan Negara-negara sedang berkembang.
Optimis :
karena persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya
perdagangan bebas di dunia, bebas dari hambatan tariff dan non tariff.
Pesimis :
karena semua Negara di duniga mempunyai kekuatan yang berbeda. Negara-negara
industri maju (DCs) mempunyai kekuatan ekonoi yang lebih besar daripada ekonoim
Negara-negara berkembang (LDCs), termasuk Indonesia (Tulus Tambunan, 2001).
Dalam
Perundingan ini :
1)
Pembukaan pasar pertanian dijadwalkan secara terpisah.
2)
Disepakati untuk mengubah semua hambatan non tariff
dengan proteksi yang sama. DCs besedia menurunkan tarifnya sebesar 36% (dalam
waktu 6 than) dan LDCs sebesar 24% (dalam waktu 10 tahun).
3)
Butir-butir perjanjian pertanian yang penting:
Pertama, Negara-negara dengan pasar
pertanian tertutup diharuskan mengimpor paling sedikit 3% dari kebutuhan
domestik, sampai 5% dalam waktu 6 tahun.
Kedua, trade distoping support bagi
petani harus dikurangi 20% di DCs selama 6 tahun dan di LDCs sebesar 13,3%.
Ketiga, nilai subsidi ekspor langsung
untk produk pertanian harus diturunkan 35% (6 tahun) volumenya dikurangi 12%.
Keempat, reformasi sektor pertanian dalam
perjanjian WTO tersebut tidak berlaku bagi Negara Negara termiskin di dunia,
tidak termasuk Indonesia (Firdausy, 1998 dalam Tulus Tambaunan, 2001).
- World Trade Organization (WTO)
-
Baik dalam perundingan GATT maupun perundingan WTO
selalu berhadapan antara dua kekuatan yang tidak seimbang, di satu pihak
Amerika Serikat (AS) dan Uni eropa (UE) yang industri dan pertaniannya kuat,
berhadapan dengan Negara-negara berkembang (kelompok 20 atau G 20) yang masih
lemah baik industri maupun pertaniannya.
-
Perundingan Dalam Kerangka WTO
(a)
Pertemuan Tingkat Mentei di Gancun, Meksiko berlangsung
10-14 September 2003.
·
Yang menjadi perhatian adalah isu pertanian di
DCs dan LDCs dan isu penting yang diangkat adalah “menghilangkan subsidi
ekspor”.
·
Pembahasan mengenai soal bea masuk komoditas
pertanian menghadapi jalan buntu.
·
Kelompok 20 Menghentikan perundingan WTO dan
sepakat untuk melanjutkan perundingan dengan Negara-negara maju. Mereka juga
sepakat mengajak Negara-negara berkembang lainnya untuk bergabung dengan tuntutan
agar Negara maju mau menurunkan subsidi sektor pertanian.
·
Sejak saat itu AS dan UE menunjukkan
fleksibilitasnya (sikap lunak) terhdap isu penting tentang “menghilangkan
subsidi ekspor”.
(b)
Pertemuan Komite PErtanian WTO di Jepara, Swiss
·
Pertemuan berlangsung 22-27 Maret 2004 dan
dihadiri pejabat senior perdagangan dari 148 negara.
·
Pertemuan ini dinilai sangat penting di
lingkungan WTO karena diharapkan dapat mengawali kembali pembicaraan
perdagangan yang macet.
·
AS memperlihatkan keinginannya untuk mempersiapkan
kerangka bagi dimulainya kembai negosiasi pertanian. Perwakilan perdagangan AS
mengunjungi beberapa Negara penting, termasuk India, untuk memperoleh dukungan
bagi kerangka usulan tersebut.
·
Kerangka usulan yang diperkirakan siap bulan
Juni 2004 tersebut akan banyak menampung draf kesepakatan yang berhasil dicapai
dari usulan AS – UE dan G 20.
·
Namun jawaban dari India dan Negara berkembang
lainnya tergantung pada seberapa jauh Negara maju sepakat untuk membuka akses
pasarnya dengan menghapuskan subsidi pertanian.
(c)
Pertemuan Dewan Umum WTO Bulan Juni dan Juli 2004
·
Kelancaran (skses) pertemuan ini sangat
tergantung pada keberhasilan Pertemuan Komite Pertanian WTO di Jenewa, Swiss
yang berlangsung pada 22-27 Maret 2004.
·
Kelompok 20 terikat pada sasaran WTO yang
menetapkan bahwa tahun ini (2004) sebagai tahun menuntaskan babak perundingan
Daha, demikian kata Menlu Brazil, Celso Amorin, beberapa waktu yang lalu
(Ekonomi dan Bisnis, Media Indoensia, 2004).
- Dampak Liberalisasi Perdagangan Produk Pertanian
Banyak studi
dan analisis mengenai dampak dari perjanjian GATT terhadap ekonomi
Negara-negara anggota. Tapi semuanya menghasilkan konkluasi yang berbeda-beda
(Tulus Tambunan, 2001).
(a)
Studi Sekretariat GATT (Sazanami, 1995).
Perjanjian itu
diperkirakan akan bedampak positif, dalam bentuk peningkatan pendapatan,
pengurangan subsidi ekspor sebesar 36% dan penurunan sebesar 18% dari subsidi
sektor pertanian diperkirakan akan menaikkan pedapatan sektor pertanian di
Negara-negara Eropa sebesar US$15 miliar, sedang di Negara-negara berkembang
sekitar US$14 miliar.
(b)
Hasil Analisis GOlding dkk (1993)
Diperkirakan
bahwa sampai tahun 2002, sesudah terjadi penurunan tariff dan subsidi sebesar
30% manfaat rata-rata per tahun oleh seluruh anggota GATT akan sebesar US$230 miliar.
Sebesar US$141,8 miliar (67% nya) dinikmati Negara-ngara maju. Sedang Indoensia
diperkirakan akan mengalami kerugian sebanyak US$ 1,9 miliar per tahun hingga
tahun 2002.
(c)
Analisis Satirawan (1997) Dengan model CGE
Dengan
menggunakan computable general equilibrium (CGE) analisis Satriawan menunjukkan
bahwa disbanding Negara-negara ASEAN lainnya, sektor pertanian Indonesia
menderita kerugian yang terbesar, dalam bentuk penurunan produksi komoditas
pertanian sebear 332,83% dimana berasmengalai penurunan 29,70%.
Perkiraan
dampak liberalisasi perdagangan terahdap produksi pertanian di beberapa Negara
ASEAN (%)
Produk
|
Indonesia
|
Malaysia
|
Filipina
|
Thailand
|
ASEAN
|
Beras
Gandum
Padi-Padian
Hasil Panen Lain
Ternak
Produk Pertaian diproses (PPD)
|
-29,70
-14,84
-16,88
187,30
-5,34
-78,81
|
-0,99
-2,20
-3,75
-11,83
-3,11
-46,91
|
-3,96
-3,66
-6,25
-51,75
-4,41
-55,04
|
-4,75
-1,28
-2,19
-22,18
-5,24
-82,19
|
-3,30
-9,16
-15,63
-16,43
-2,62
-4,17
|
Sumber :
tabel3, Satriawan, 1997, dikutip Tulus Tambunan 2001.
·
Dampak awal pada ASEAN sendiri sebagai suatu
wilayah ekonomi di dunia tidak terlalu besar (tabel). Namun karena produk
pertanian Indoensia memainkan perarnan yang besar, baik secara domestic maupun
secara regional (ASEAN), maka dampak yang diterima Idnoensiapun paling besar
diantara Negara-negara ASEAN lainnya.
·
Efek negatif terhadap ekspor komodits pertanian
juga lebih besar dibandingkan Negara ASEAN lainnya, diantaranya ekspor beras
Indonesia akan turun 70,0%, dibandingkan Malaysia misalnya hanya mengalami penurunan
sekitar 2,8%.
c.
Pembentukan Blok Perdagangan Regional
-
Persoalan menonjol yang perlu diperhatikan bagi
perdagangan kita adalah seberapa jauh blok-blok regional dan partisipasi
Indonesia di dalam AFTA berpengaruh pada Perdagangan (trade Idversion). Bila
yang terakhir yang terjadi, maka ekonomi Indonesia akan mengalami masalah yang
cukup berat, karena stabilitas neraca pembayaran Indonesia amat tergantung pada
keberhasilan meningkatkan ekspor.
-
Di Amerika Utara kita mengenal apa yang disebut NAFTA,
di Eropa kita mengenal apa yagn disebut EEC. Kemudian sebagai antisipasi Negara
ASEAN dibentuklah AFTA. Tampaknya usahayang harus diperjuangkan oleh Negara
berkembang adalah diupayakannya pola perdagangan bebas dalam klausal di GATT,
(Sjahrir, 1995).
1.
Masyarakat Ekonomi ERopa dan Pasar Tunggal Eropa
·
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European
Economic Community (EEC) didirikan berdasarkan perjanjian Roma (Treaty of Rome)
pada awal tahun 1957. perubahan terhadap Treaty of Rome, yang diratifikasi pada
tanggal 24 Juni 1987, lebih dikenal dengan nama “single Eruopean Act” yaitu
suatu landasan kerja untuk mewujudkan Pasar Tunggal Eropa atau European Union
(EU) tahun 1993.
(1)
Tujuan Dibentuknya Pasar Tunggal Eropa 1993
(a)
Mengintegrasikan ekonomi 12 negara, mewujudkan suatu
wilayah Pasaran Bersama yang luas dengan 345 juta penduduk.
(b)
Tercapainya suatu wilayah yang berorientasikan
peningkatan pertumbuhan secara dinais.
(c)
Terdapatnya mobilitas dan fleksibilitas untuk
pengerahan potensi ekonomi dan modal serta sumber daya manusia.
(d)
Tercapainya economics of scale dengan merangsang
inovasi dan efisiensi.
(e)
Meningkatkan daya saing MEE digelanggang ekonoim
internasional.
(2)
Tahap Dalam Mewujudkan Pasar Tunggal Eropa 1993
Disahkan dalam
white paper dalam sidang dewan Menteri MEE tahun 1985:
(a)
Penghapusan hambatan fisik
Meliputi arus
lalu lintas, sarana transportasi, peraturan, prosedur, bea cukai, imigrasi dan
paspor.
(b)
Penghapusan hambatan teknis
Meliputi lalu
lintas barang, penduduk, odal, dan hambatan hukum serta administrasi.
(c)
Penghapusan Hambatan Fiskal
Meliputi
pengembaian pajak yang dipungut di Negara konsumen ke eksportir tempat asal
barang.
(3)
Strategi Menembus Pasar Eropa
Pertama :
Menjual langsung kepada pembeli
(importer)
Kedua : Memanfaatkan jasa distributor setempat untuk
mewakili kepentingan mereka di Eropa.
Ketiga :
Dapat dilakukan dengan membuat joint venture bersama mitra lokal.
Keempat : Memanfaatkan perusahaan yang dikontrol
sepenuhnya oleh si eksportir sehngga sesuai dan dapat menciptakan setan
mengontrol pasar sendiri.
(Hendra
Halwani,1993)
2.
Kawasan Bebas Perdagangan Amerika Utara
PembentukN orth
America Free Trade Agreement (NAFTA) ditandatangani bulan Agustus 1992 di
Washington DC oleh wakil pemerintah: Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko.
(1) Sudut
Pandang Negara Anggota NAFTA
(a) Kanada
:
·
Kanada sudah merasakan manis pahitnya
perdagangan bebas dengan Amerika sejak 1988.
·
Kaun nasionalis menuduh bahwa memburuknya
ekonomi Kanada berupa pengangguran, tutupnya pabrik, banyaknya masuk perusahaan
AMerika, karena akibat peragangan bebas dengan Amerika.
·
Kanada khawatir disaingi Meksiko, karena upah
buruh dan stanar pelestarian yang rendah di Meksiko
(b) Amerika
Serikat :
·
NAFTA diperkirakan dapat menyaingi MEE dan
mendorong ekonomi Amerika bangun kembali, karena memiliki potensi pasar 360
juta konsumen dengan nilai output lebih dari 6 triliun dollar.
·
Kerugiannya : berpindahnya perusahaan ke Meksiko
akan menambah pengangguran.
·
Keuntungannya : membangun pabrik dan pasaran di
perbatasan As, akan dipasok dari AS.
Meningkatknya
kemamuran di Meksiko akan menambah ekspor barang knsumsi ke Meksiko.
(c) Meksiko
:
·
Secara umum menggairahkan bisnis besar di Meksiko
·
Keunggulan komparatif Meksiko: penduduk banyak,
lahan luas, upah buruh murah, energi/ minysak cukp dan menguntungkan (Diapit AS
dan Amerika Latin).
·
Dapat menyaingi RRC dalam menarik modal dari
Jepang, Korea, Taiwan dan Hongkong.
(2) Hambatan
Nontarif NAFTA bagi Indonesia
·
Gagalnya negosiasi mengenai perdagangan bebas
dunia (GATT putaran Uruguay) menyebabkan terjadinya kasus sengketa dagang dan
Negara maju cenderung menggunakan forum bilateral, sehingga menguntungkan pihak
yang lebih kuat.
·
Kebijakan nontarif yang merupakan salah satu
bentuk proteksi, muncul dalam bentuk pengenaan kuota, tuduhan melakukan
dumping, standar kesehatan dan lingkungan hidup, hak azasi manusia, perburuhan
dan lain-lain.
·
Indonesia tidak terlalu sulit dalam menyesuaikan
diri sepanjang hanya menyangkut standar teknik, karena standar tersebut mengacu
standar internasional (ISO-900). Kesulitan bila harus memenuhi essential
requirement: kesehatan, lingkungan hidup dan sebagainya,
(Hendra
Halwani, 1993).
3.
Kawasan Bebas Perdagangan ASEAN
Persetujuan
pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN atau ASEAN FREE TRADE AGREEMENT
(AFTA) ditandatangani oleh semua anggota ASEAN pada bulan Januari 1992 dalam
tiga dokumen:
(a) Framework
Agreement on Exchange ASEAN Economic COopration (EAEAEC) ditandatangani oleh
kepala pemerintahan: Presiden dan Perdana Menteri tiap-tiap Negara.
(b) Basis
Agreement on The Common Effective Prfential Tariff (GEPT) ditandatangani
Menteri Perindustrian Brunai Darussalam (Abdul Rachman Taib), Menteri
Perdagangan RI (Arifin M. SIregar), Menteri Peraganga Internasional dan
Industri Malaysia (Rafidah Aziz), Menteri Perdagangan dan Industri Filipina (Peter
D. Garrucho), Deputi PM/ Menteri Perdagangan dan Industri SIngapura (Lee Hsien
Long) dan Menteri Perdagangan Thailand (Amaret SIla0On).
(c) Singapore
Declaration 1992, Perjanjian ini ditanda tangani dalam rangka Singapore Summit
pada 28 Januari 1992 oleh Kepala Negara ASEAN.
(1) Konsep
dan Ketentuan CEPT
(a) CEPT
mengatur rincian tentang cakupan dan mekanisme pelaksanaan AFTA. Semua Negara
anggota akan berpartisipasi dalam skema CEPT yang berlaku mulai 1 Januari 1993.
Sasarannya adalah penurunan tariff efektif hingga menjadi 0,5% dalam kurun
waktu 15 tahun.
(b) Produk
yang masuk dalam skema CEPT dispakati berbaris sektoral menurut Harmonzed
Sistem (HS) 6 digit, mencakup 15 kelompok barang: minyak nabati, semen, produk
kimia, produk farmasi, pupuk, produk plastic, produk karet, produk kulit, pulp,
tekstil, keramik dan produk kaca, barang perhiasan, copper cathodes (kawat las
dari tembaga), elektronik, serta membel kayu dan rotan.
(c) Produk
yang akan diturunkan bea masuknya adalah produk yang mengandung ASEAN content
minimum 40%. Seluruh produk manufaktur termasuk barang modal produk pertanian
olahan masuk skema CEPT.
(d) Untuk
menjamin pelaksanaan CEPT menuju AFTA, ASEAN sepakat agar semu Negara menghapus
segala restriksi kuantitatif untuk produk dalam skema CEPT. Semua Negara juga
akan menghapus restriksi nontarif. Semua Negara ASEAN akan mengecualikan (tidak
mengenakan) restriksi devisa bagi kepentingan impor produk CEPT.
(2) Masalah
yang dihadapi AFTA
Diperlukan lobi
politik yang tinggi untuk menjamin keberhasilan perjanjian AFTA, karena AFTA
lebih merupakan kerjasaman politik dari pada kerjasama ekonomi. Ada beberapa
permasalahan yang menghamat perwujudan AFTA :
Pertama : Prosedur birokrasi yang berlebihan,
baik didalam ASEAN maupun di Negara masing-masing
Kedua : Kurang kuatnya perjanjian
Negara-negara terhadap skema di dalam AFTA.
Ketiga : Kurang dilibatkannya sektor swasta
dalam proses pengambilan keputusan tingkat kawasan.
Keempat : Yang
terpenting adalah kurangnya kemauan politik untuk mewujudkan kerjasama ekonoimdi
dalam ASEAN karena selama ini para pemimpin Negara lebih tersita pada
kekhawatiran terhadap sektor-sektor yang akan dirugikan dari pada manfaat
ekonomi yang dapat diciptakan.
(3) Persoalan
Pemberian Insentif
(a) Pemberian
insentif dan fasilitas yang berlebihan kepada para calon investor dalam jangka
panjang justru akan merugikan Negara tujuan investasi. ASEAN harus menghindari
persaingan yang tidak perlu diantara mereka sendiri.
(b) Badan
investasi ASEAN menandatangani memorandum of under standing di bidang investasi.
Disepakati empat butir tujuan bersama, yakni 1) meningkatkan citra ASEAN
sebagai kawasan ekonomi, yang menarik untuk melakukan investasi langsung, 2)
meningkatkan promosi investasi, 3) investasi dari luar ASEAN maupun dari dalam
ASEAN, 4) secara sendiri-sendiri atau bersama-sama meningkatkan daya saing
negara-negara ASEAN dalam upaya menarik FDI. (Hendra Halwani, 1993).
4.
Dampak EEC, NAFTA dan AFTA
(1) Dari
scenario trade creation menunjukkan bahwa munculnya EEC, maka Negara yang menekspor ke EEC dalam
bentuk produk manufaktur akan mengalami keuntungan. Tetapi dilihat dari
scenario trade diversion, dengan munculnya EC akan mengakibatkan menurunnya
impor mereka (anggota EEC) dari Negara luar negara.
(2) Menghadapi
NAFTA bisa diboservasi dari tiga point penting :
(a) Potensi
pertumbuhan ekonomi dan kualitasnya, sebenarnya lebih menyerupai Hongkong dan
Singpura. Karena itu ancaman lebih terarah kepada Hongkong dan SIngapura.
(b) Secara
umum nilai dari mata uang dan kestabilan makro serta riwayat masa lalu tentang
utang, tampaknya masih lebih menguntungkan bagi Indoensia.
(3) Pemanfaatan
PTA (Preferential Trade Arrangement) masih relative sangat kecil. Ekspor
Indonesia ke ASEAn di bawah PTA meningkat dari 1,4% menjadi 3,5%. Untuk impor
juga peningkatannya relatif konstan, yaitu dari 1,2% menjadi 1,6%.
Di Indonesia
sendiri, dampak yang mungkin terjadi adalah tersedianya barang dan jasa dalam
jumlah yang lebih besar dengan harga yagn lebih murah. Hal ini akan memaksa
Indoensia untuk menurunkan berbagai cost. Sehinga dampak AFTA pada akhirnya
akan “memaksa” Indonesia menuju pada bentuk perekonomian yang lebih efisien.
(Sjahrir, 1995).
5.
Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
-
Kerjasama ekonomi untuk kawasan Asia Pasifik didukung
oleh Negara ASEAn dengan Negara Pasifik Barat (Australia, New Zaeland dan Papu
New Guinea), dan termasuk di dalamnya, yaitu APEC, EAEG, AFTA dan PEC (Pasific
Economic Community) dan juga merupakan forum kerjasama antar pemerintah dengan
Jepang yang bersifat informal.
-
Jepang telah menjadi pelopor dan inti integrasi ekonomi
regional Asia Pasifik yang lebih luas.
Dengan
dibentuknya organisasi ini, penanaman modal asing Jepang yang meningkat drastic
selama enam sampai sepuluh tahun terakir ini telah menjadi factor utama dalam
integrasi ekonomi regional tersebut. (Hendra Halwani, 1993).
C. ANALISA
KEBIJAKAN DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
a. Analisa
Kebijakan Perdagangan
1.
Peluang Dunia Usaha Dalam Era Globalisasi
(1)
Tersebarnya pasar berskala lebih luas dan diversifikasi
produk manufaktur dan produk bernilai tambah tinggi.
(2)
Tersedianya realokasi industri manufaktur dari Negara
industri maju ke Negara berkembang dengan upah buruh yang lebih rendah.
Akibatnya
siklus proses bahan baku sampai menjadi barang jadi lebih pendek, harga per
unit turun dan akan meningkatkan volume penjualan.
Peluang
tersebut bisa dimanfaatkan sesuai dengan adanya keunggulan komparatif ekonomi
Indonesia, meliputi :
(1) Sumber
daya alam yang kaya
(2) Sumber
daya manusia yang banyak, upah buruh murah
(3) Situasi
politik dan keamanan yang stabil (awal 1990-an)
(4) Kebijakan
ekonomi yang konsisten (awal 1990-an)
(5) Komponen
ekonomi makro yang kuat (awal 1990-an)
2.
Kebijakan Bisnis yang Dilakukan
(1) Menarik
tenaga ahli yang berpengalaman internasiona, yang dapat melakukan negosiasi dan
mengerti hukum yang berlaku di Negara lain.
(2) Perlu
diusahakan untuk membuka usaha baru dan mengisi peluang yang tersedia.
(3) Tantangan
kompetensi dihadapi dengan peningkatan efisiensi, investasi modal yang makin
besar untuk membentuk jaringan internasional dan peningkatan pertumbuhan prasarana
ekonomi yang makin cepat.
3.
Kebijakan dalam Era Globalisasi
-
Komponen dalam penyusunan strategi global
(1)
Mengkaji perkembangan ekonomi dunia yang relevan dengan
Indonesia, terutama ekonmi Amerika Erikat, Eropa Barat dan Jepang.
(2)
Mengikuti prospek mata uang dollar AS, DM Jerman dan
Yen Jepang.
(3)
Memonitor perkembangan politik dan keamanan dalam
negeri serta arah kebijakan pembangunan pada umumnya.
(4)
Memonitor perkembangan ekonomi keuangan Indonesia,
pertumbuhan ekonomi nasional dan sektoral, APBN dan fiscal, N. Pembayaran
terutama transaksi berjalan, JUB, inflasi, nilai tukar rupiah, likuiditas bank,
tingkat suku bunga.
(5)
Menetapkan rencana jangka panjang, menengah dan tahunan
beserta anggarannya.
-
Aspek-aspek Makro dalam Kebijakan Global
(1) Deregulasi
Kebijakan
deregulasi harus terus dilanjutkan nya secara konsisten di sektor riil untuk
meningkatkan efisiensi, daya saing di pasar global.
(2) Prioritas
Investasi
Baik investasi
modal asing maupun modal dalam negeri ditujukan untuk yang berorientasi ekspor.
Untuk industri yang resource base perlu dorongan pemerintah, karena industri
ini bisa menghemat devisa.
(3) Kemitraan
Usaha
Indonesia yang
penuh dengan faktional ekonomi – USB vs USK, BUMN vx Swasta, Pribmi vx Non
Pribumi dan sebagainya – harus dihilangkan dan diganti dengan kemitraan usaha,
sebab dewasa ini tidak ada satu unit usaha yang independent, tetapi saling
ketergantungan satu sama lain. Perlu adanya political will untuk mencegah
praktek-praktek monopoli, oligopoly oleh kelompok yang kuat.
(4) Perubahan
Orientasi Bisnis
Perlu
perubahan dari orientasi bisnis untuk memaksimalisasi profit ke orientasi
maksimalisasi pasar. Indonesia harus memasuki pasar global dan menguasai
seluas-luasnya jaringan distribusinya.
(5) Kebijakan
yang konduktif
Kebijakan yang
dilakukan pemerintah hendaknya sesuai dengan realita di lapangan, sehingga
tidak terjadi distorsi antara kebijakan yang diambil pemerintah dengan langkah
yang diambil oleh pengusaha.
-
Aspek-aspek Mikro Dalam Kebijakan Global
(1) Sumber
Dana Permodalan
Mengefektifkan
dan mendiverisifikasikan sumber dana permodalan yang tersedia.
(2) Pilihan
Teknologi
Melakukan
pilihan teknologi yang tepat dan pas dengan pilihan bidang usaha, dilihat dari
segi operasional maupun outputnya.
(3) Sumber
Daya Manusia
Meningkatkan
profesionalisme SD, baik mengenai managerial skill maupun luasnya wawasan
globalnya.
(4) Pilihan
Bidang usaha
Pilihan bidang
usaha berpijak pada resource base, yaitu raw material yang tersedia pada sumber
daya alam kita
(5) Pooling
of Information
Perlu
menghimpun informasi yang menyangkut bidang usaha yang digeluti, khususnya
mengenai informasi harga dan permintaan pasar atas produk yang dihasilkan.
(Hendra
Halwani, 1993)
b. Kerjasama
Ekonoim Internasional
1.
Kerjasama Internasional Tahun 2000
·
Kerjasama di bidang ekonoim memfokuskan
agendanya pada :
(1) Upaya
mencegah terulangnya kembali krisis ekonoim
(2) Mendorong
proses pemulihan ekonomi diberbagai Negara
(3) Meningkatkan
kapasitas lembaga internasional dalam mempercepat Negara anggota keluar dari
krisis ekonoim.
·
Dalam kerjasama tersebut, Indonesia di samping
mendapat manfaat bantuan dari Negara sahabat maupun lembga internasional dalam
membantu proses pemuihan ekonomi, namun juga aktif terlibat dalam diskusi dan
kajian-kajian yang dilakukan di forum internasional.
·
Selanjutnya dalam rangka program bantuan IMF,
Pemerintah Indoensia selama tahun 2000 telah menandatangani tiga letter of
Intent (LoI) dan memorandum of economic and financial policies (MEEP), yaitu
pada 20 Januari, 17 Mei dan 7 September. (Laporan Bank Idnensia, 2000)
2.
Kerjasama Internasional Tahun 2001
·
Pembahasan pada berbagai forum kerjasama
internasional dan regional menitikberatkan pada berbagai upaya untuk mengatasi
perlambatan ekonomi melalui :
(1) Kebijakan
moneter dan fiscal yang tepat
(2) Penguatan
sistem keuangan internasional
(3) Regional
surveillance sebagai langkah guna memperkuat pencegahan krisis.
·
Berbagai forum juga membahas beberapa upaya
pencegahan pembiayaan terorisme internasional sebagai respon terhadap tragedy
WTC (Laporan Bank Indoensia, 2001).
3.
Kerjasama Internasional tahun 2002
·
Berbagai lembaga keuangan dan forum kerjasama
internasional melanjutkan upaya-upaya memperkuat arsitektur keuangan
internasional dan meningkatkan stabilitas keuangan internasional antara lain
dengan :
(1)
Memperkuat pengawasan (surveillance) untuk mencegah
terjadinya krisis,
(2)
Meningkatkan keterlibatan swasta dalam mencegah dan
menanggulangi krisisi.
·
Dalam KTT ASEAN Nopember 2001 di Brunai, para
pemimpin Negara-negara ASEAN mengeluarkan the RIA (Roadmap for Integration of
ASEAN), untuk menuju integrasi ASEAn 2020 RIA memiliki tiga pilar utama, yaitu
:
(1) Menjembatani
kesenjangan pembangunan
(2) Memperdalam
kerjasama ekonomi
(3) Meningkatkan
integrasi ekonomi
·
Dalam Sidang ASEAN Finance Ministers Meeting
(AFMM) ke-4 di Brunei Darussalam pada tanggal 24-25 Maret 2000, para Menteri
Keuangan Negara-negara ASEAN telah sepakat untuk menjajagi kemungkinan
memperluas keanggotan ASEAN Swap Arragement (ASA) sehingga mencakup seluruh
Negara ASEAN serta memasukkan Negara regional, yaitu Cina, Jepang dan Korea.
·
Dalam sidang Special ASEAN Finance and Central
Bank Deputies Meeting (AFDM) pada tanggal 6 Mei 2000 di Chiang Mai, Thailand,
usulan perluasan ASA tersebut direalisasikan melalui kesepakatan Chiang Mai
Intitatyve. Salah satu kesepakatan tersebut adalah Bilateral Swap Arregement
(BSA) diantara Negara-negara ASEAN + 3 (China, Jepang dan Korea).
·
BSA bertujuan untuk menyediakan short term
financial assistance dalam bentuk swap kepada Negara-negara Chiang Mai
Initiative (ASEAN + 3).
Fasilitas swap
ini merupakan supplement dari financing facility yang disediakan IMF dan ASA
untuk mengatasi kesulitan Balance of Payment (BOP) Negara anggotanya. Beberapa
manfaat yang diperoleh dari BSA antara lain :
(1) Mempercepat
kerjasama di bidang keuangan antara Negara-negara ASEAN dan Negara + 3 (Korea,
Jepang, Cina)
(2) Fasilitas
BSA dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternative untuk mendukung Neraca
pembayaran.
(3) Tidak
commitment fee pada saat penandatanganan ESA, sehingga tidak ada biaya yang
dikeluarkan sebelum penarikan pinjaman dilakukan. (Laporan Bank Indoensia,
2002).
Apa yang
diuraikan di atas adalah sebagian dari sekian banyak keterlibatan pemerintah
Indonsia dalam kerjasama internasional di bidang keuangan, fiscal, perbankan,
ekonomi dan pembangunan.
9.3. BAHAN
BACAAN
1.
Sjahrir, Dr., Moneter, Perkreditan dan Neraca
Pembayaran, Persoalan Ekonomi
Indoensia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.
2.
Tambunan, Tulus T.H., Dr., Perekonomian Indonesia,, Teori dan temuan Empiris, Ghalia
Indonesia, 2001.
3.
Boediono, Dr., Ekonomi Internasional, Edisi
Pertama, BPFE, Yogyakarta, 1994.
4.
Tamburan, Tulus T,H., Dr., Perekonomian Indonesia,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1996.
5.
Halwani, Hendra. Dra. M.H., dan Tjiptoharijanto,
Prijono, H. Dr., Perdagangan Internasional, Pendekatan Ekonomi Makro
& Mikro, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1993.
6.
Kindleberger, Ekonomi Internasional, Terjemahan
Drs. Rudy Sitompul, Edisi Ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1982.
7.
Ekononomi & Bisnis, “Perundingan Pertanian WTO
Dibuka Kembali” Harian Media Indonesia, Selasa 23 Maret 2004.
8.
Bank Indonesia, Laporan Tahunan, 2000, 2001, 2002
Dosen
Pengasuh
Perekonomian
Indonesia
Munawir, SE
Ok,
BalasHapusSama2.
Ini adalah catatan untuk kuliah kami
sumber data berasal dari Bapak Munawir, SE.